polylang
domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init
action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/dh_24diar/envimedia.co/wp-includes/functions.php on line 6114The post Style Guide: Bintang Sampul EnVi, CIX, dan Pakaian Andalan Mereka serta Playlist GRWM appeared first on EnVi Media.
]]>Didukung oleh penampilan yang karismatik dan diskografi yang beragam, grup K-pop CIX telah bangkit sebagai kekuatan yang wajib diperhatikan dalam dunia musik. Grup yang beranggotakan lima orang ini memulai debut mereka pada tahun 2019 dan semenjak itu telah memukau para penggemar dengan berbagai rilis yang sukses. Untuk menyesuaikan evolusi musik mereka, Bae Jinyoung, Yonghee, BX, Hyunsuk, dan Seunghun telah memberikan momen gaya yang berkelas sepanjang karier mereka. Namun, di luar panggung, para anggota membuka suara tentang preferensi gaya mereka.
Di balik layar pemotretan sampul mereka dengan EnVi, para anggota CIX berbagi secara eksklusif mengenai playlist Get Ready With Me (“yuk siap-siap bersamaku”) mereka, barang-barang yang patut dimiliki, dan ikon gaya mereka. Geser ke bawah untuk membaca apa saja yang ada di Style Guide CIX.
Gaya Mereka
Dengan menampilkan fleksibilitas secara individu maupun kolektif, para anggota CIX tak pernah segan untuk menggali gaya yang berbeda. Entah di atas panggung dengan tampilan merah yang menawan atau beraksi dengan indie sleaze, para sensasi K-pop ini tahu dengan jelas cara menghidupkan penampilan mereka. Walaupun sebagai satu kelompok mereka sering menjaga pakaian mereka agar tetap terlihat terkoordinasi dan kohesif, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, setiap anggota memiliki kedekatan tersendiri. Bagaimana mereka menggambarkan gaya sehari-hari mereka dengan beberapa kata?
“Punya gaya inti, nyaman, rapi.”
— Bae Jinyoung
“Nyaman, rapi, dan penuh gaya.”
— Yonghee
“Hoodie, seperti Byounggon, keren.”
— BX
“Keren, cinta.”
— Hyunsuk
“[Seperti] Pacar, hip-hop, ENFP.”
— Seunghun
Sifat eksperimental dari pekerjaan mereka sering kali mengharuskan CIX untuk melompat dari satu tren ke tren lainnya. Tidak jarang mereka mengubah gaya mode dan kecantikan mereka. Namun, Jinyoung, Yonghee, BX, Hyunsuk, dan Seunghun — seperti halnya orang lain — juga memiliki daftar pakaian andalan di lemari dan meja rias mereka. Apa saja produk fesyen dan kecantikan andalan mereka?
“Aksesoris dan lip balm.”
— Bae Jinyoung
“Atasan (rajutan, kardigan, dll.), parfum, dan terkadang kacamata.”
— Yonghee
“Biasanya aku suka aksesoris, terutama gelang dan kalung. [Untuk kecantikan], akhir-akhir ini aku memakai serum untuk kulitku!”
— BX
“Akhir-akhir ini, aku memakai banyak topi dan celana longgar. Aku selalu pakai kapas pelembab, krim pelembab, dan tabir surya!”
— Hyunsuk
“Tas yang bisa aku bisa bawa ke mana aja dan parfum (Jo Malone).”
— Seunghun
Dengan berbagai konsep gaya, para anggota CIX sama sekali tidak asing saat bereksperimen dengan mode. Single debut mereka, “Movie Star,” menampilkan kelima anggota memamerkan pakaian dengan potongan trendi, setelan bergaya, dan penampilan yang memainkan kontras warna. Dalam video musik untuk single “458,” yang bernuansa elektro dan merupakan tribut untuk Ferrari 458 Italia, Bae Jinyoung, Yonghee, BX, Hyunsuk, dan Seunghun mengenakan pakaian yang terinspirasi dari seragam pembalap. Sementara itu, lagu utama terbaru mereka, “Save me, Kill me,” memiliki lirik yang pedih dan seragam sekolah (untuk tujuan plot cerita). Meskipun telah membuat buku gaya yang begitu beragam, masih ada banyak sisi mode yang belum dijelajahi oleh grup ini. Kami bertanya kepada mereka, “Jika kamu bisa menjadi penata mode grup selama sehari, konsep apa yang kamu ingin CIX coba?”
“Gaya yang mewah dan rapi.”
— Bae Jinyoung
“Karena semua orang terlihat keren, aku ingin menata mereka dengan warna dan kain yang serasi.”
— Yonghee
“Aku ingin mencoba [gaya] yang super keren.”
— BX
“Kami belum pernah melakukan konsep ‘hip’, jadi aku ingin memberikan konsep yang keren!”
— Hyunsuk
“Jins dan kemeja putih! Rapi dan sederhana adalah yang terbaik!”
— Seunghun
Entah itu seorang selebritas, kenalan dekat, atau bahkan karakter fiksi, di zaman sekarang, hampir semua orang menemukan inspirasi gaya pribadi dalam orang lain. Meskipun para anggota CIX memenuhi semua kriteria untuk dianggap sebagai ikon gaya, kuintet ini juga melihat orang lain untuk mengembangkan gaya mereka dan memilih pakaian mereka. Siapakah ikon gaya mereka?
“Diriku sendiri.”
— Bae Jinyoung
“Orang-orang di jalan yang membuatmu melihat dua kali [pada penampilan mereka].”
— Yonghee
“BX , Lee Byounggon.”
— BX
“Virgil Abloh.”
— Hyunsuk
“Ibuku ”
— Seunghun
GRWM (Get Ready With Me), atau bersiap-siaplah denganku, telah menjadi format video yang populer di platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Tren yang kasual dan nyaman ini memberi kesempatan bagi setiap orang untuk memamerkan pakaian pilihan dan rutinitas kecantikan mereka. Sebagai lambang Generasi Z, para anggota CIX mengenal ide ini dan berbagi musik favorit mereka untuk didengarkan sambil bersiap-siap. Apa saja tiga lagu yang ada dalam daftar putar GRWM mereka?
“‘Peaches’ oleh Justin Bieber, ‘Plastic Umbrella’ oleh CIX, dan ‘Everything’ oleh CIX.”
— Bae Jinyoung
“‘Talk’ oleh Khalid featuring Disclosure, “STAY” oleh The Kid LAROI featuring Justin Bieber, dan ‘Parachute’ oleh John K.”
— Yonghee
“‘Hula Hoops’ oleh DPR Live, ‘Vibe’ oleh Taeyang, dan ‘Travel’ oleh BOL4.”
— BX
“‘Dope Lovers’ oleh DPR IAN, ‘Drive It Like You Stole It’ oleh Sing Street, dan ‘How Deep’ oleh Tai Verdes.”
— Hyunsuk
“‘Golden Hour’ oleh JVKE, ‘Sacrifice’ oleh The Weeknd, dan ‘Love Never Felt So Good’ oleh Michael Jackson.”
— Seunghun
Dengan karier yang berkembang dan kepekaan gaya yang menonjol, CIX adalah salah satu band K-pop yang mengukuhkan posisi mereka di kancah internasional. Banyaknya penampilan memukau dari band ini merupakan contoh nyata dari kemampuan mereka untuk berubah, beradaptasi, dan bereksperimen dengan mode dan kecantikan. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh Style Guide ini, Jinyoung, Yonghee, BX, Hyunsuk, dan Seunghun tidak takut untuk merangkul hal-hal mendasar dan mengungkapkan kegemaran gaya mereka yang agak lembut. Dan kami sangat mengagumi mereka untuk itu!
Ingin lebih banyak Style Guide dari artis favoritmu? Lihat catatan mode dan kecantikan yang CRAVITY bagikan dengan EnVi di sini! (artikel dalam bahasa Inggris)
The post Style Guide: Bintang Sampul EnVi, CIX, dan Pakaian Andalan Mereka serta Playlist GRWM appeared first on EnVi Media.
]]>The post CIX Menyuarakan Nurani Anak Muda appeared first on EnVi Media.
]]>Banyak yang memperdebatkan apakah era generasi keempat K-pop telah usai atau masih berlangsung. Terlepas dari pendapatmu soal isu kontroversial tersebut, tak dapat diragukan bahwa CIX adalah grup generasi keempat yang patut mendapat perhatian. Mulai dari penampilan debut “Movie Star” mereka yang memukau hingga memikat pendengar dan pendengar awam dengan lagu synth-pop “Cinema,” kuintet ini membuktikan bahwa mereka dapat melakukan apa saja. Namun, jika ada satu hal yang bisa kami katakan tentang CIX, mereka tidak hanya menunjukkan dengan apik sisi imut dan sisi seksi mereka, tetapi juga tidak takut untuk menjelajahi sisi gelap kehidupan melalui musik mereka.
BX, Seunghun, Bae Jinyoung, Hyunsuk, dan Yonghee bergabung dengan saya melalui Zoom dengan hiasan latar belakang yang meriah seperti pita biru dan hitam, sepasang sayap malaikat dengan satu sisi berwarna putih dan sisi lainnya berwarna hitam, dan balon perak besar bertuliskan “CIX.” Kamu hampir tidak akan pernah tahu bahwa saat itu, mereka akan merilis EP yang sangat emosional dalam tujuh hari. EP tersebut merupakan akhir dari alur cerita konsep mereka yang dimulai dengan debut mereka pada tahun 2019. Latar belakang ruangan mereka, seperti yang kemudian saya ketahui, ternyata disiapkan untuk siaran langsung comeback grup ini di YouTube setelah wawancara kami. Setelah saling bertukar sapaan ceria, kami memulai wawancara dengan sedikit kegiatan pembuka sebelum membahas tur terbaru dan EP terbaru mereka, ‘OK’ Episode 2 : I’m OK.
Mengingat saat itu pukul 10 malam di Korea saat kami mengobrol, saya penasaran apakah ada sesuatu yang istimewa yang terjadi pada hari itu (atau akan terjadi) untuk mencerahkan suasana hati grup ini setelah jadwal mereka yang padat. “Mengingat bahwa comeback kami akan terjadi dalam tujuh hari membuat perut saya penuh dengan kupu-kupu. Saya tersenyum begitu bangun tidur,” ujar leader sekaligus rapper utama CIX, BX. Bisa dibilang, ia selaras dengan para penggemar yang cemas menunggu peluncuran musik baru sehingga mereka semua dapat menikmati kesempurnaannya bersama-sama. Terlebih lagi, sudah sembilan bulan lamanya sejak CIX terakhir kali merilis ‘OK’ Episode 1 : OK Not. Jadi, momen ini sudah lama dinantikan.
Di sisi lain, vokalis dan penari utama CIX, Seunghun dan Jinyoung, memikirkan agenda terdekat mereka. “Setelah jadwal hari ini, saya dan para anggota akan makan daging sapi, jadi saya sangat bersemangat,” kata Seunghun sambil nyengir. Sementara itu, Jinyoung, yang duduk bersila dengan satu tangan bertumpu di bawah dagu, berkata, “Saya bisa pulang ke rumah setelah ini dan beristirahat, jadi itu membuat saya tersenyum.” Bagi sebagian orang, hal-hal ini mungkin tampak sepele dan bisa dilakukan kapan saja. Namun, bagi CIX, momen-momen kecil seperti ini—ketika mereka punya waktu luang dan dapat bersantai—yang menambah semangat yang sangat berarti dalam hari mereka, terutama di tengah-tengah persiapan dan promosi album. Akan tetapi, bahkan ketika “mode idol” mereka aktif, grup ini telah memiliki banyak hal yang dapat membuat mereka tersenyum, dimulai dengan tur dunia kedua mereka.
Pada bulan November 2022, hanya enam bulan setelah menyelesaikan tur pertama mereka, CIX mengumumkan tur berikutnya bertajuk “Save Me, Kill Me Tour.” Tur ini dimulai di Seoul di bulan Desember, berlanjut di Eropa pada bulan Januari, dan berakhir di Amerika Serikat pada Maret 2023. Pertunjukan CIX tak hanya penuh dengan karisma; mereka benar-benar terjun ke dalamnya di setiap langkah mereka. Dari pembukaan “Numb” yang menjadi favorit para penggemar, koreografi memukau dari “458,” hingga panggung solo yang menyorot bakat masing-masing anggota, kamu akan benar-benar tenggelam dalam pengalaman tersebut saat CIX bergerak dengan anggunnya dari satu pertunjukan ke pertunjukan berikutnya.
Kini, setelah mereka mengelilingi dunia dan bertemu dengan penggemar mereka (yang dikenal sebagai FIX), para anggota CIX meluangkan waktu untuk berbagi momen-momen yang tak terlupakan dan bagaimana mereka merasa telah berkembang di atas panggung. “Kota yang sangat berkesan bagiku adalah Los Angeles, karena ini adalah kedua kalinya kami mengunjungi kota ini dan penggemar kami di sana sangat bersemangat dan energik. Hati saya sangat tersentuh,” ujar Hyunsuk, yang disambut dengan anggukan setuju oleh semua orang, sementara BX mengacungkan jempol.
Yonghee juga menambahkan pendapatnya tentang apa yang membuat tur kali ini begitu berbeda. “Karena kami telah melakukan tur pertama tahun lalu, kami dapat melakukan sesuatu yang telah kami lakukan beberapa kali sebelumnya, dan kami juga dapat menunjukkan lebih banyak koreografi baru. Dan menurutku kerja sama kami menjadi lebih baik; kami dapat menunjukkan gerakan dan ekspresi yang lebih baik serta lebih bebas di atas panggung, seperti berkomunikasi dengan penggemar, jadi saya pikir itulah yang telah kami kembangkan dari tur tahun lalu.”
Dan memang benar, mereka telah berkembang. Sungguh menakjubkan dan menginspirasi melihat sebuah grup bertransformasi begitu drastis dalam waktu yang singkat—langsung di hadapan kita juga. Namun, hal tersebut merupakan bukti kerja keras para anggota CIX untuk terus meningkatkan diri mereka sendiri, tidak hanya dalam setiap penampilan, tetapi juga dalam setiap album. Dan tak lama lagi, para penggemar akan dapat menikmati karya yang CIX persiapkan untuk musim semi ini.
Pada tanggal 29 Mei, CIX merilis EP keenam mereka, ‘OK’ Episode 2: I’m OK, bersama dengan single utama mereka yang menyentuh hati, “Save me, Kill me.” Dari segi musik, lagu ini menggabungkan gaya future-bass yang telah populer di kalangan K-pop. Secara lirik, lagu ini menggambarkan cinta yang dulunya dianggap sebagai cahaya di ujung terowongan yang gelap, tetapi kini, seperti yang dikatakan BX, telah menjelma menjadi duka nestapa yang tidak jauh beda dengan neraka. Bagi saya, ini perkenalan lagu yang cukup mengejutkan, tetapi langsung menarik perhatian karena lagu ini bukan hanya merupakan kelanjutan dari EP terakhir CIX, tetapi juga merupakan kelanjutan dari alur cerita yang telah dibuat selama empat tahun. Sepanjang perjalanan grup ini, mereka telah mengangkat topik-topik serius seperti perundungan, kematian, dan sistem pendidikan. Topik-topik ini sebagian besar digambarkan dalam video musik mereka dan episode alur cerita yang menyertainya—semuanya ditandai dengan peringatan konten sensitif.
Namun, dengan I’m OK, khususnya, para anggota CIX ingin menonjolkan inti masa muda dengan segala keindahan, kepedihan, dan kekacauannya. Mereka bahkan menyebutnya sebagai masa yang “paling indah tetapi juga paling tragis” dalam kehidupan. “Album baru ini adalah bagian kedua dan terakhir dari seri ‘OK’ dari album kami,” jelas BX. “Jadi, secara keseluruhan, album ini bercerita tentang anak muda di masa sekarang—keingintahuan, rasa sakit, harapan; kami bernyanyi untuk mereka di album ini.”
Seunghun juga menambahkan soal bagaimana CIX merangkul sisi yang lebih gelap dan dingin dari diri mereka sendiri saat merekam “Save me, Kill me.” “Kami membayangkan anak-anak muda yang mengembara dan mencoba menemukan sesuatu, tetapi tersesat dalam kegelapan, jadi begitulah cara saya menyalurkan perasaan itu saat mempersiapkan lagu ini,” katanya. Rasa sakit karena kehilangan bagian dari diri sendiri begitu jelas terasa dari semua sudut produksi lagu ini: mulai dari penyampaian vokal, koreografi yang mengalir, hingga terutama kesedihan yang merembes dari video musiknya, semuanya merangkum emosi tersebut dengan sangat hati-hati dan anggun.
Bahkan ketika mereka merasa sedih di kehidupan nyata, sebagian besar anggota tidak segan untuk memberitahu satu sama lain saat mereka butuh bantuan. “Saya pikir kami hanya bertemu dengan siapa pun yang lowong setiap kali kami mengalami kesulitan,” kata Seunghun kepada EnVi. “Kami hanya mengajak seseorang di dekat kami dan menonton video lucu bersama dan hanya tertawa setiap kali ada kesulitan… tertawa bersama adalah obat terbaik bagi kami setiap kali kami merasa tidak enak badan.” Tiba-tiba, ia mengangkat tangannya untuk menunjuk rekan-rekan di sekelilingnya. “Ini keluarga saya.”
Di luar single mereka, album terbaru CIX berisi tiga lagu lainnya: “Back To Life,” sebuah lagu balada nan menenangkan tentang anak muda yang ingin kembali ke masa-masa bahagia mereka; “Curtain Call” yang merayakan momen-momen indah di masa muda dan menemukan kenyamanan bahkan di saat-saat yang paling sulit; dan terakhir, “Color” yang menghadirkan riff gitar yang menghanyutkan serta mengungkapkan perjalanan anak muda dan orang-orang yang mencintai mereka.
Karena semua lagu ini memiliki nuansa yang berbeda, setiap anggota memilih lagu yang menurut mereka paling mewakili anggota di sebelahnya. BX, yang bermain dengan gelangnya sebelum menoleh ke Seunghun sambil tersenyum lebar, memulai:
BX kepada Seunghun: Untuk Seunghun, aku akan bilang “Curtain Call” karena menurutku suaranya sangat cocok dengan lagu itu.
Seunghun kepada Jinyoung: (menghabiskan beberapa waktu untuk melirik Jinyoung dari atas ke bawah sambil memikirkan jawabannya) Saya pikir Jinyoung sangat cocok dengan “Save Me, Kill Me” — menurutku ia melakukan pekerjaan yang sangat bagus saat merekamnya dan ia membawa aura yang sangat bagus untuk lagu tersebut.
Jinyoung kepada Hyunsuk: “Back To Life” sangat cocok dengan suara Hyunsuk yang unik dan vibe-nya sendiri, jadi aku akan memilih lagu itu untuknya. (Hyunsuk mengangguk setuju dari belakang)
Hyunsuk kepada Yonghee: (berhenti sejenak untuk menarik benang celana jins hitam sobeknya dan tersenyum) Aku akan memilih “Color” untuk Yonghee karena menurutku kepribadiannya yang baik dan ramah tergambarkan sekali melalui lagu ini.
Yonghee kepada BX: Saya juga teringat “Color” ketika saya melihat BX karena dia selalu menjadi orang yang membuat anggota lain tertawa dan “Color” mungkin akan menjadi satu-satunya lagu yang sangat cerah dan penuh harapan dari EP ini, jadi lagu itu sangat mengingatkanku padanya.
Meskipun kebanyakan musisi cenderung merilis musik yang ceria di musim semi, CIX memilih untuk menunjukkan melodi yang lebih lembut dan lebih intim untuk mencerminkan pesan yang ingin mereka sampaikan. Setelah mendengarkan lagunya pertama kali, “Back To Me” menjadi lagu yang paling melekat di pikiran saya, jadi saya—seperti pesan lagu itu—penasaran apakah ada masa-masa bahagia yang ingin dihidupkan kembali oleh para anggota CIX.
“Walaupun jadwal kami bisa sangat padat, saya pikir momen paling membahagiakan bagi saya adalah saat kami berkomunikasi dengan penggemar dan bersenang-senang di atas panggung bersama,” jawab Jinyoung. “Jadi, saya pikir setiap jadwal yang membolehkan kami melihat dan berinteraksi dengan penggemar adalah momen paling membahagiakan yang ingin saya nikmati kembali.”
Yonghee menambahkan, “Akhir-akhir ini, saya memikirkan era debut kami; saya ingat ketika kami masih sangat polos dan canggung, karena saat itu kami baru pertama kali bertemu dan bekerja sama. Jadi, saya pikir, bahkan masa itu begitu berharga dan saya ingin kembali ke sana. Jika saya bisa merasakannya lagi, pasti seru sekali.”
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, generasi keempat K-pop (yang sebagian besar terdiri dari Gen Z) telah mendominasi panggung dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari meramaikan “demam” challenge TikTok hingga membuat fancam yang viral dan, tentu saja, menunggangi gelombang kebangkitan Y2K, ada banyak sekali momen penting yang mungkin dapat kita sebutkan di luar kepala. Namun, bagi CIX, identitas mereka sebagai grup Gen Z jauh melampaui tren terbaru saat ini. Sebaliknya, grup ini lebih berfokus menciptakan hubungan yang lebih akrab dengan kelompok sebaya mereka. Bagi CIX, ini adalah kekuatan mereka sebagai artis muda dengan penggemar muda.
“Kami mencoba menggambarkan apa yang dialami oleh anak muda, seperti masalah, isu, dan kebahagiaan mereka, apapun yang mereka sukai, semacam itu,” jelas Hyunsuk. “Kami mencoba menggambarkannya dalam konsep, musik, dan video kami sehingga orang-orang dan rekan artis yang berpromosi bersama kami, dan publik yang mendengarkan kami, dapat benar-benar nyambung dengan konsep kami… sehingga mereka dapat teringat akan kebahagiaan mereka, seperti apa obat untuk menghadapi kesulitan mereka, tantangan mereka, dan isu-isu apa saja yang perlu kita perhatikan untuk anak muda.” Upaya CIX tidak sia-sia; dengan komentar yang membanjiri video musik “Save me, Kill me” yang mengatakan hal-hal seperti “Konsep seperti ini patut diperhatikan—sangat indah dan menyakitkan” atau “Ini bukan sekadar video musik, ini adalah sebuah cerita yang membawa kesadaran dan pelajaran.”
Yonghee juga mengungkapkan apa yang menurutnya merupakan nilai jual CIX. “Saya pribadi percaya bahwa video musik kami sangat keren untuk ditonton, dan video yang mendatang ini [‘Save me, Kill me’] jelas merupakan sesuatu yang berbeda dari video sebelumnya. Jadi, jika kamu menonton video yang baru ini sambil menonton ulang video—video sebelumnya, saya pikir kamu benar-benar dapat merasakan berbagai pesona CIX—kalian pasti akan jatuh cinta dengan kami.”
Dari segi musik, CIX telah mencoba berbagai macam suara dan konsep yang berbeda, dan ini telah membantu mereka mengumpulkan banyak penggemar yang terus mengikuti perkembangan mereka di setiap karya mereka. Namun, adakah hal menarik lain yang belum mereka lakukan? “Saya rasa saya sudah pernah mengatakan ini sebelumnya, tapi saya ingin mencoba hip-hop lawas, mungkin sesuatu dari tahun 80-an dan 90-an,” kata Seunghun. “Mungkin kami bisa menginterpretasikannya ke dalam warna kami sendiri, jadi jika kami melakukan tur Amerika Serikat lagi, akan sangat menyenangkan untuk memiliki suara seperti itu dan membagikannya dengan FIX Amerika.”
Dan berbicara tentang FIX, grup ini mengatakan bahwa mereka memiliki lebih banyak rencana untuk penggemar mereka ketika saatnya tiba. “Untuk album ini, kami telah mempersiapkannya dengan sangat, sangat keras untuk membuatnya menjadi album yang sangat bagus,” kata BX. “Saya harap semua orang dapat menantikannya, dan kami berencana untuk bertemu dengan FIX Korea dan juga FIX di seluruh dunia sebanyak mungkin, jadi saya harap kalian tetap mengikuti kegiatan kami di masa depan dan memberikan banyak dukungan untuk album ini.” Sebelum kami mengakhiri pembicaraan dan mengucapkan selamat tinggal, Yonghee dan Hyunsuk mengepalkan tangan mereka untuk mengatakan, “Fighting!”, dan Jinyoung menutup perbincangan dengan mengacungkan jempol dan kelingkingnya serta menggoyang-goyangkannya gaya Hawaii. Ya, CIX memang sekeren yang kamu bayangkan.
Foto oleh Natalie J Photography
Dengarkan album mini terbaru CIX, ‘OK’ Episode 2: I’m OK, di Spotify dan Apple Music.
Untuk melihat lebih banyak lagi foto-foto eksklusif dan di balik layar bersama CIX, pastikan untuk membeli edisi Gen Z kami di sini!
The post CIX Menyuarakan Nurani Anak Muda appeared first on EnVi Media.
]]>The post Creative Spotlight: Bagaimana Timothy “BOS” Bullock Menciptakan Suara NCT appeared first on EnVi Media.
]]>NCT U, sub-unit pertama dari boy group dengan konsep rotasional dari SM Entertainment, NCT, memulai debutnya dengan “The 7th Sense” pada tanggal 9 April 2016. Single ini memperkenalkan lima anggota NCT: TAEYONG, DOYOUNG, TEN, JAEHYUN, dan MARK. Lagu hip-hop dengan elemen R&B ini disebut sebagai lagu eksperimental dan pilihan yang berisiko untuk debut menurut sejumlah kritikus.
Namun, tiga minggu setelah dirilis, lagu ini berhasil menduduki peringkat kedua di daftar lagu Billboard World Digital Song Sales. Tujuh tahun kemudian, lagu ini telah ditonton lebih dari 115 juta kali di YouTube. Selain itu, grup K-pop seperti BAE173 dan OnlyOneOf serta kontestan dari acara seperti Produce X 101 dan I-LAND telah meng-cover lagu ini. Untuk memperingati ulang tahun ketujuh “The 7th Sense,” EnVi berbincang dengan produser lagu tersebut, Timothy “BOS” Bullock, di sebuah studio di Accra, Ghana.
Timothy “BOS” Bullock tiba di Accra bersama rekan produser Gerald Keys untuk mengerjakan sebuah proyek untuk rapper Amerika, Ludacris. Sang produser tiba di Black City Recording Studio pada pukul 14.00. Ia telah menyelesaikan sesi di gym, menyegarkan diri, dan menyantap makanan pertamanya hari itu sebelum menuju ke studio. Sambil berjalan di lorong-lorong studio, ia mencari tempat yang tenang untuk wawancara. BOS tiba di sebuah ruang tunggu dan duduk di sebuah sofa, untuk memastikan bahwa tempat tersebut cocok untuk mengobrol.
Perjalanan ini adalah kunjungan kedua BOS ke Afrika Barat. Pada usia 14 tahun, ia mengunjungi Senegal bersama keluarganya. Kali ini, ia pergi di Ghana untuk mengerjakan sebuah album, sama seperti saat ia terbang ke Korea Selatan untuk mengerjakan “The 7th Sense” beberapa tahun yang lalu. Mengenakan topi hitam “BOS” — singkatan dari “Bent On Success” — BOS duduk dengan nyaman di sofa. Ia mengenakan kaos coklat kemerahan dengan celana pendek loreng, tersenyum dengan kacamata hitamnya.
Wawancara dimulai dengan obrolan tentang masa kecil Timothy Bullock. Sebagai seorang multi-instrumentalis, ia terampil memainkan drum, gitar bas, gitar utama, dan piano, setelah belajar memainkannya di gereja ayahnya. Seorang organis gereja bernama Terry Jackson mengajarinya bermain piano pada usia tujuh tahun. “Beliau mengajari saya selama sekitar dua tahun.” BOS kemudian menghubungkan pengetahuannya tentang drum dengan dua orang guru, George Smith dan Charlie Bannister. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa ia belajar sendiri untuk memainkan bass dan gitar. Pada usia sepuluh tahun, BOS menjadi musisi gereja, mempelajari harmoni dan mengaransemen berbagai bagian. Ia menggambarkan pengalaman itu sebagai “perkenalannya dengan dunia produksi.”
Dibesarkan di keluarga Kristen, BOS mendengarkan musisi gospel seperti Andraé Crouch, The Winans, dan The Clark Sisters. Selain penyanyi gospel, BOS juga menyukai musik dari Michael Jackson, Stevie Wonder, dan Marvin Gaye. “[Saya mendengarkan] Banyak musik soul, karena saya berasal dari Detroit, jadi ada banyak lagu-lagu Motown,” ia menyimpulkan saat berbicara tentang musik favorit masa kecilnya. Selain mendengarkan grup vokal Detroit seperti The Temptations dan Four Tops, BOS juga menikmati pertunjukan musik klasik seperti Ludwig van Beethoven. Singkatnya, gospel, lagu-lagu hits Motown, musik klasik, dan musik lainnya membentuk DNA musiknya.
BOS mampu meningkatkan kemampuan musiknya hanya dengan sebuah keyboard workstation. Pada usia 14 tahun, ia menerima alat musik tersebut dari ayahnya sebagai hadiah Natal. “Alat ini bisa memprogram 16 lagu, dan kamu bisa menggunakan instrumen yang berbeda,” BOS menjelaskan penggunaan workstation. Ia menjadi tidak terpisahkan dari workstation dan menggambarkan sebagai dunianya. Dengan menghabiskan waktu dengan workstation, BOS belajar memprogram lagu, membuat ketukan, dan menyusun suara.
Setelah menguasai dasar-dasar produksi dengan keyboard workstation-nya, BOS bekerja dengan musisi R&B dan produser rekaman Amerika, Michael J. Powell. Sebagai seorang siswa SMA pada saat itu, ia diizinkan untuk memainkan lagu-lagu Aretha Franklin, Anita Baker, dan penyanyi lainnya. Namun, baru pada tahun 2006, ketika ia memainkan “The Inspiration (Follow Me)” dari Young Jeezy pada keyboard tambahannya, dunia mulai memperhatikan BOS. Hal ini terjadi setelah album The Inspiration milik sang rapper memulai debutnya di posisi pertama di Billboard 200 Amerika Serikat pada minggu pertama.
Dua tahun kemudian, BOS kembali meraih posisi pertama di peringkat lagu Billboard dengan lagu “Womanizer” milik Britney Spears sebagai anggota tim penulis lagu The Outsyders. Sebagai single utama dari album Circus milik penyanyi pop ini, “Womanizer” memberikan Spears peringkat satu pertamanya sejak “Baby One More Time” pada tahun 1999. Lagu ini masuk ke dalam peringkat Billboard Hot 100 di posisi 96 dan langsung melejit ke posisi pertama. “Ketika itu terjadi, kami meraih kesuksesan dan popularitas yang luar biasa, dan orang-orang mulai memperhatikan,” jelas BOS.
“The 7th Sense” dari NCT U adalah lagu pop Korea pertama yang diproduksi BOS. Sebelum mengerjakan lagu debut NCT, ia tidak memiliki pengetahuan tentang K-pop kecuali bahwa “EXO sangat besar, dan SM bertanggung jawab atas EXO.” BOS mengatakan kepada EnVi bahwa ia mendapatkan kesempatan tersebut melalui teman penulis lagu-produsernya, Tay Jasper, yang bertanggung jawab atas lagu-lagu hits seperti “Ko Ko Bop” dari EXO dan “Moonwalk” dari WayV. “Kesempatan ini datang saat ia [Tay Jasper] sedang berada di Korea, dan dia berkata, ‘Kalian harus membawa jagoanku,’” ujar BOS.
Ketika tim SM Entertainment menelepon, ia terbang ke Korea Selatan tanpa mempersiapkan lagu apapun karena ia “tidak tahu apa yang diharapkan.” “Saya pergi ke Korea tanpa musik,” katanya sambil tertawa, membuat kami tertawa bersama. BOS mengingat bahwa tim artis dan repertoar (A&R) SM sempat kebingungan saat ia tiba di pelatihan SM dengan tangan kosong. “Mereka berkata, ‘Kamu tidak membawa apapun untuk kami dengarkan,’” katanya, mengutip perkataan tim A&R. “Saya tidak suka datang dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan energi di sini,” akunya.
Waktu BOS di pelatihan SM dipenuhi dengan menghasilkan 21 lagu dalam empat hari, “dan mereka akhirnya mengambil sekitar 14 lagu atau sekitar itu,” ungkapnya. Ke-14 lagu tersebut termasuk single utama seperti “I Just Wanna Dance” dari Tiffany dan “The 7th Sense” dari NCT U. Lagu B-side seperti “Artificial Love” dari EXO, “Another World” dari NCT 127, dan “Feel Good” dari SHINee juga dibuat selama upaya pertama BOS dalam membuat K-pop. “Saya membuat semuanya dalam waktu satu minggu,” kata BOS sambil tersenyum lebar, yang kemudian disambut dengan tepuk tangan meriah dari EnVi.
“Saya hanya melihatnya sebagai kesempatan untuk menjadi lebih kreatif,” kata BOS tentang menciptakan lagu-lagu K-pop. Berbicara tentang lagu K-pop-nya, “The 7th Sense,” ia mengatakan kepada EnVi, “Jika kamu perhatikan, lagu itu sangat tidak konvensional. Saya sangat senang melakukan sesuatu yang baru dan segar.” Mengikuti kesuksesan “The 7th Sense,” BOS mengerjakan “Quiet Down” dari NCT Dream, “90’s Love” dari NCT U, dan “Really Bad Boy” dari Red Velvet. Lagu favorit penggemar seperti “OK!” dari NCT U, ”Love On The Floor” dari NCT 127, dan “I’ll Make You Cry” dari aespa juga merupakan produksi dari BOS dan dibuat pada puncak pandemi.
BOS mengatakan “OK!” dari album Universe milik NCT U sebagai lagu yang benar-benar membuatnya terpesona setelah dirilis. Lagu ini menampilkan vokal dan rap dari TAEYONG, YUTA, TEN, MARK, HENDERY, JENO, dan YANGYANG. Kolaboratornya, Tay Jasper, juga berbicara kepada EnVi tentang lagu itu dengan memuji energi NCT dalam rekaman tersebut. BOS sangat terkejut dengan lirik rap di dalamnya, dan ia berkata, “Mereka membawakannya dengan cara yang sungguh luar biasa, dan saya tahu tidak mudah untuk meniru apa yang kami lakukan, tetapi mereka melakukannya dengan baik.”
Melihat kembali ke pelatihan pertamanya di Korea Selatan, BOS ingat bahwa ia membuat ”banyak lagu yang bagus.” “Saya ingin sekali orang-orang dan para penggemar mendengar lagu-lagu tersebut dalam tahap pembuatannya. Saya ingin sekali menunjukkan proses di balik layar. Ada begitu banyak musik bagus yang tidak bisa kalian dengar.” Pelatihan penulisan bukanlah satu-satunya hal yang menarik dari perjalanan BOS ke Korea Selatan.
Berbagi momen tak terlupakan di Korea, ia ingat saat bergaul dengan Henry Lau, yang baru saja membeli BMW i8. Saat bersama Henry Lau, mereka berjalan-jalan di Seoul dan menyantap makanan lezat di sebuah restoran barbekyu. BOS juga bercerita tentang menerima jaket dari Henry saat cuaca sedang dingin. Masa-masa di Korea Selatan itu membuatnya berpikir, “Saya ingin tinggal di sini.”
Dengan melihat akun Instagram BOS sekilas, ia menunjukkan banyak postingan yang men-tag rapper Amerika, Myles Yachts. BOS menggambarkan Myles sebagai artis yang sedang ia kembangkan, setelah mengerjakan seluruh diskografi penyanyi asal Memphis ini. Hubungannya dengan sang rapper berawal dari keinginannya untuk bantu membangun para seniman. “Saya merasa banyak orang yang memiliki bakat, namun tidak mendapatkan kesempatan untuk berkembang,” ujarnya tentang alasannya bekerja sama dengan Yachts.
Myles Yachts dan BOS telah bekerjasama selama lima tahun terakhir. Keduanya bertemu di Los Angeles, dan menurut BOS, Yachts memang sudah sejak awal ingin bekerjasama dengannya. “Hari pertama kami bertemu, dia tidak pernah meninggalkan sisiku,” ungkap BOS. Karakter yang dikagumi BOS dari Yachts adalah kepercayaannya pada BOS. Keduanya telah meraih kesuksesan dengan merilis “Walkthrough,” yang disebut BOS sebagai single terobosan bagi Yachts. Selain menjadi viral dengan “Walkthrough,” Myles Yachts telah muncul dalam iklan Nike dan tribut Louis Vuitton untuk perancang busana Virgil Abloh. Ia juga akan memulai debut aktingnya dalam film C.O.D.E.
“Saya mempertimbangkan energi yang ada di dalam ruangan dan siapa saja yang hadir,” ucap BOS tentang proses kreatifnya. Ia percaya bahwa getaran dari sebuah lagu adalah elemen utama saat membuat sebuah lagu. Pertanyaan-pertanyaan penting yang ia ajukan termasuk siapa yang harus mendengarkannya, apakah lagu tersebut cocok untuk diputar di klub, perjalanan, kencan, atau saat-saat intim. Ia percaya bahwa “setiap bagian dari kehidupan menjadi lebih baik dengan musik.”
Prestasi produksi BOS menjangkau berbagai genre, mulai dari K-pop, pop, dan moombahton hingga amapiano, genre yang ia jelajahi selama pelatihan di Accra. Ketika ditanya genre apa yang ingin ia coba selanjutnya, BOS mendongak dan berpikir sejenak sebelum menjawab. “Saya merasa jika ada, saya belum menciptakannya,” katanya. “Jika ada sesuatu yang belum saya lakukan,” ia mengulangi, sambil menunjuk ke arah kepalanya, “Saya rasa itu ada di sini, dan saya harus membuatnya.”
Meskipun tidak memiliki genre yang ingin ia kerjakan, BOS memiliki daftar panjang artis yang ingin ia ajak bermusik. Tanpa ragu-ragu, ia menyebut penyanyi Nigeria seperti Tems dan Burna Boy serta Anitta dari Brasil. Berpikir secara mendalam tentang artis Amerika yang ingin diajaknya bekerja sama, BOS berkata, “Saya pikir saya ingin membuat rekaman dengan Cardi B.”
BOS memiliki beberapa nominasi dan penghargaan di genggamannya. Namun, ia menilai nominasi Penampilan R&B Terbaik Ledisi di Grammy 2018 adalah yang paling signifikan. Meskipun Ledisi tidak memenangkan penghargaan tersebut, hal ini sangat berkesan karena ayah BOS menghadiri acara tersebut sebelum beliau meninggal dunia. Ketika hendak menceritakan kisahnya, wawancara sempat terhenti sejenak karena penyanyi asal Ghana, Efya, masuk bersama manajernya. BOS berdiri dari sofa untuk memperkenalkan diri kepada penyanyi pemenang penghargaan tersebut dan memberikan pujian kepadanya, sebelum kembali duduk untuk melanjutkan wawancara.
BOS bercerita tentang bagaimana ia membawa ayahnya ke acara Grammy Awards 2018. Ia mengingat tatapan ayahnya saat melihat BOS berinteraksi dengan teman-temannya. Sebagai salah satu penggemar berat BOS, ayahnya menyadari betapa suksesnya dia. “Itu adalah momen yang memuaskan bagi saya,” katanya sambil tersenyum.
“Saya memiliki seorang manajer yang mendorong saya untuk menciptakan suara untuk seorang artis atau bertanggung jawab untuk membawa seorang artis kembali,” jawab BOS ketika ditanya tentang nasihat yang diterima di masa awalnya. Mengikuti saran sang manajer, ia bekerja dengan Britney Spears, berkontribusi dalam kemunculan kembali Spears ke peringkat lagu dengan “Womanizer.” Pada saat itu, ia lebih suka bekerja dengan artis yang sudah mapan, dan berperan dalam kesuksesan mereka.
Namun, BOS percaya untuk memiliki keseimbangan karena “hal-hal kecil itu akan menjadi besar seiring berjalannya waktu.” Ideologi ini menuntunnya untuk bekerja dengan Myles Yachts dan NCT sebelum debut mereka. Dengan pola pikir ini, BOS bekerja pada sebuah platform untuk mendukung artis-artis yang sedang naik daun untuk mengambil kendali atas lagu-lagu mereka. BOS berkata, “Salah satu hal yang saya lakukan sekarang adalah menunjukkan kepada orang-orang bahwa Anda tidak harus membuat musik, tetapi memiliki musik itu sendiri.” Visinya adalah untuk mengatasi eksploitasi seniman muda oleh personel industri musik dan sebaliknya membuat mereka mendapatkan keuntungan dari pendapatan dan penghasilan dari kreasi mereka.
BOS memiliki jadwal tahun 2023 yang padat. Produser ini dengan senang hati membagikan rencananya untuk sisa tahun ini, termasuk sebuah lagu di album NCT DREAM yang akan datang, memberikan EnVi sekilas tentang judul lagu tersebut. Ia juga berpartisipasi dalam proyek Afrobeats Ludacris yang dirumorkan menampilkan artis-artis dari Nigeria dan Ghana.
Di Amerika Serikat, ia memiliki proyek mendatang dengan artisnya Myles Yachts dan proyek bersama mantan anggota Mindless Behaviour, Mike River. Ia juga mengungkapkan bahwa ia akan memproduseri proyek penyanyi R&B Raiche dan pernah bekerja sama dengan seorang penyanyi asal Bermuda.
Ikuti Timothy “BOS” Bullock di Instagram untuk mengetahui kabar kegiatannya yang terbaru.
Ingin mencari lebih banyak konten musik? Baca artikel Creative Spotlight kami tentang Jeffrey the Kidd di sini! (Artikel dalam bahasa Inggris.)
The post Creative Spotlight: Bagaimana Timothy “BOS” Bullock Menciptakan Suara NCT appeared first on EnVi Media.
]]>The post Creative Spotlight: RIGEND Membahas Keajaiban Video Musik appeared first on EnVi Media.
]]>Video musik selalu menjadi bagian penting dalam industri musik sebagai wadah untuk menyampaikan cerita seorang artis. K-pop adalah genre yang dikenal membawa video musiknya ke tingkat berikutnya dengan produksi berskala tinggi termasuk desain set yang sempurna, sinematografi yang dinamis, dan gaya yang mengesankan. Jang Dongju (DJ) dan Rima Yoon, pendiri RIGEND Film, sebuah rumah produksi, telah menjadi ahli di balik banyak video musik K-pop yang paling memukau secara visual. Duo ini telah bekerja sama dengan nama-nama besar dalam industri ini untuk menghidupkan musik mereka, termasuk TWICE, SEVENTEEN, NCT 127, IZ*ONE, dan IVE, dan masih banyak lagi. Untuk mengeksplorasi aspek video musik dari industri K-pop, EnVi duduk dan mengobrol dengan duo sutradara ini melalui Zoom.
Meskipun telah bekerja dengan banyak nama besar dan dalam berbagai proyek, DJ dan Rima memulai pengalaman profesional mereka dengan bekerja sebagai asisten sutradara di industri ini. Setelah bertemu dalam sebuah proyek di masa-masa awal mereka, keduanya tetap berteman dan sering berkomunikasi satu sama lain sebelum akhirnya memutuskan untuk memulai rumah produksi mereka sendiri. DJ berbagi bahwa keputusannya untuk fokus pada pembuatan video musik adalah karena hubungan yang telah ia bangun dengan sisi K-pop dari industri kreatif selama bertahun-tahun dalam karirnya sebelum RIGEND. Sementara itu, kecintaan Rima pada bidang ini datang lebih awal, “Jadi saya mengambil jurusan desain video, dan saya juga pernah menari sebelumnya, jadi saya selalu ingin menjadi sutradara video musik sejak saya masih di sekolah dasar, dan saya terus menekuninya dengan serius selama masa kuliah saya ketika saya memiliki pameran di sana, dan begitulah awal mula saya memulainya.” Menengok ke belakang, ia mengingat sebuah video musik yang memicu kecintaannya. Video apa sebenarnya? “Saya hanya ingin menyimpannya sebagai kenangan pribadi,” ujar sang sutradara sambil tertawa kecil.
Saat keduanya mengenang kembali masa awal mereka, mereka terus berbagi perjuangan yang mereka hadapi saat RIGEND baru saja dimulai. Bukan rahasia lagi bahwa tidak mudah untuk membuat video musik berskala besar dan memiliki pelanggan tetap sekelas mereka; namun, tidak selalu seperti ini. “Kesulitan yang paling utama adalah karena perusahaan ini masih baru; belum ada portofolio, bukan? Namun, perusahaan hanya akan mempercayaimu jika kamu memiliki portofolio, jadi sangat sulit untuk memulai. […] Kesulitan besar lainnya adalah untuk tetap bertahan dengan anggaran yang kecil, kami ingin menunjukkan [hasil] seolah-olah kami memiliki anggaran yang besar,” DJ memulai. Rima melanjutkan, “Dan karena kami berperan sebagai sutradara ganda di sini, mungkin kami memiliki peran yang berbeda saat ini, tetapi saat itu kami tidak memiliki arah yang jelas untuk peran-peran tersebut dan itu adalah salah satu kesulitannya.”
Berbicara tentang aspek teknis produksi, kami bertanya kepada para ahli tentang proses mereka dalam membuat video musik K-pop. Dengan industri yang sangat terbuka, para penggemar selalu bertanya-tanya langkah apa yang diambil dalam menciptakan hasil yang layak untuk disaksikan. Tidak perlu diragukan lagi, kami harus bertanya kepada duo ini bagaimana ide dan proses kreatif dilakukan selama proyek-proyek ini.
“Jadi [agensi] hiburan akan memiliki jadwal untuk album artis yang akan datang dan mereka akan memberikannya kepada kami dan sebenarnya, tidak banyak informasi yang diberikan, mereka hanya memberikan konsep, beberapa kata kunci untuk moodboard, mungkin lirik lagu, dan video koreografi dan digunakan sebagai acuan dasar,” DJ memberitahu kami bahwa sebelum sebuah konsep sampai ke tangan mereka, agensi artis cenderung memiliki visi yang sudah dirancang tentang bagaimana mereka ingin sebuah lagu utama terlihat secara visual.
Meskipun memiliki beberapa titik awal untuk membuat video, sudut mana yang cenderung lebih difokuskan oleh RIGEND? Setelah jeda sejenak, seperti menelusuri kembali langkahnya, Rima menjawab, “Menurut saya, lebih baik fokus pada musiknya terlebih dahulu. Dan saya pikir karena ini adalah K-pop, koreografi juga penting, tetapi karena ini adalah video musik, kami pada akhirnya harus fokus pada musiknya terlebih dahulu.”
Ketika bekerja dengan artis, orang tentu akan bertanya-tanya seberapa besar pengaruh idola itu sendiri dalam video musik mereka. Rima mengatakan bahwa itu adalah skenario kasus per kasus. Namun, RIGEND sebelumnya pernah bekerja dengan Taemin, seorang idola yang dikenal memiliki visi yang kuat dan jelas untuk karyanya dan tahu apa yang dia inginkan. Orang mungkin berpikir bahwa dua kekuatan kreatif yang kuat dapat dengan mudah berbenturan dalam sebuah proyek, tetapi sebaliknya, Rima lebih memilihnya, “Kami sebenarnya lebih suka bekerja dengan artis yang memiliki visi yang spesifik karena tugas kami adalah menunjukkan betapa menariknya mereka! Jadi, setiap kali para seniman memiliki niche mereka sendiri, kami hanya perlu mengeksplorasi dari sana dan meningkatkan apa yang sudah dimiliki oleh seniman tersebut. Jadi mungkin akan ada beberapa diskusi tentang bagaimana mengekspresikan ceruk pasar tersebut, tetapi kemudian ide-idenya sudah jelas.”
Karena duo ini telah terbiasa dengan semua bintang terbesar di K-pop, kami harus bertanya kepada mereka grup mana yang paling selaras dengan mereka saat mencari ide, dan DJ pun tertawa, “Semuanya!” Kedua sutradara ini berbagi bahwa sangat penting untuk melihat karya-karya artis sebelumnya untuk memahami sepenuhnya apa kekuatan mereka dan, sebaliknya, sisi mana dari artis yang belum dieksplorasi. Setelah mereka menemukan gaya dan kekuatan seorang artis, para sutradara kemudian fokus untuk mencari tahu bagaimana mereka dapat menyoroti sisi-sisi yang belum dieksplorasi dari sang idola.
“Misalnya, untuk lagu ‘HIT’ dari SEVENTEEN, karena SEVENTEEN dikenal dengan penampilan dan koreografi yang kuat yang menjadi fokus untuk video musik tersebut.” Saat Rima mulai bersantai tubuhnya, ia mulai mengelaborasi, meletakkan kedua sikunya di atas meja, “Untuk proyek yang akan datang, ada sebuah grup yang belum kami tangkap energi kebebasannya, jadi kami ingin fokus pada hal itu untuk proyek mereka yang akan datang, dan terkadang pihak entertainment memberi kami kata kuncinya, tetapi terkadang kami bisa memutarbalikkannya sehingga kami bisa memberikan perspektif lain dari hal itu.”
Salah satu ciri khas rumah produksi ini adalah desain set yang sempurna, yang selalu membawa penonton ke tempat-tempat yang hanya bisa mereka impikan. “Scientist” oleh TWICE, “Shooting Star” oleh XG, dan “Fiesta” oleh IZO*NE adalah beberapa karya rumah produksi ini yang melibatkan set dalam ruangan yang didekorasi dan dirancang oleh tim mereka. Meskipun masing-masing contoh ini membawa pemirsa ke dalam dunia dan suasana yang berbeda, mereka semua masih memiliki faktor RIGEND yang membuat mereka dapat dikenali.
Gaya yang khas ini adalah hasil penekanan rumah produksi pada aspek yang membuat lokasi studio yang terbatas terlihat jauh lebih besar daripada yang sebenarnya. Rima berbagi bahwa ada banyak orang yang mengatakan kepadanya bahwa set mereka selalu terlihat mahal, dan meskipun anggaran memainkan peran penting dalam bagaimana sebuah desain set bisa menjadi kenyataan, kunci dari semua itu adalah bagaimana mereka memfokuskan desain mereka pada sekitarnya dari lokasi yang diberikan.
Sinematografi juga merupakan bagian penting dari sebuah video yang menarik. Jadi kami bertanya kepada keduanya, video apa yang menurut mereka memiliki kerja kamera yang paling berkesan? DJ langsung tersentak, menjawab “’LIT’ oleh Lay!” Rima mengangguk pada jawabannya, menceritakan bagaimana video tersebut memiliki tampilan sinematik yang luar biasa. “Bagi saya, proyek kami yang akan datang akan menjadi favorit saya karena ada sudut tertentu yang menunjukkan koreografi dengan sangat baik,” ia kemudian berhenti sejenak untuk merenung, “Oh, tunggu, saya mengerti! “Rock With You” dari SEVENTEEN!” Pada reff kedua, sebenarnya, sudut pengambilan gambarnya seperti berasal dari mikroskop yang mengarah ke bintang, seperti pandangan penggemar yang sedang melihat bintang.”
Salah satu karya yang dibuat dengan arahan kamera yang menarik adalah ‘Love Me Harder,‘ oleh WOODZ, yang memiliki kesan seperti film spionase. “Kami menyebutnya spy shot, jadi ini seperti sudut pandang orang asing yang digunakan, jadi tidak seperti melakukan kontak mata dengan kamera, jadi sebaliknya, dan begitulah cara kami melakukan video musik,” Rima menjelaskan tentang bagaimana ia mendapatkan salah satu jenis tampilan sinematik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koreografi memainkan peran besar dalam video musik K-pop. RIGEND telah memproduksi beberapa video yang berpusat pada koreografi, termasuk “Spider” oleh HOSHI dan “Stay Tonight” oleh CHUNG HA. Untuk membuat video jenis ini, duo ini harus membedah dan menganalisis video demo koreografi yang dikirimkan oleh agensi hiburan kepada mereka pada tahap awal proyek.
Dari sana, mereka mencoba untuk memahami alur dan pesan dari koreografi serta mulai menentukan bagian-bagian penting dan gerakan yang perlu disorot untuk menyusun strategi bagaimana cara merekamnya. “Jadi, kami tidak hanya merekam mereka yang sedang menari, tetapi lebih kepada bagaimana kami memasukkan narasi mereka ke dalam poin-poin dalam koreografi mereka, jadi kami harus fokus pada bagaimana gerakan mereka. Jadi [untuk itu], kami membuat konsepnya dari video koreografi,” ujar Rima.
Aspek lain dari lagu yang dapat dilihat sebagai inspirasi untuk video adalah liriknya. Namun, lirik lagu tidak terlalu berpengaruh terhadap kompleksitas produksi video karena proses kreatifnya tetap sama, dan yang terpengaruh hanyalah waktu yang dibutuhkan untuk riset, termasuk kata kunci, tema, dan media. Rima melanjutkan, “Biasanya ketika kami menyusun konsep, kami memiliki satu folder di google drive yang dapat kami gunakan untuk berkomunikasi dengan sutradara lain dari sana (agensi hiburan), dan biasanya, kami memiliki 150 halaman ide dan konsep, jadi kami semua mendapatkannya dari sana, jadi biasanya tidak mempengaruhi proses normal kami.”
Di mata kedua veteran musik ini, banyak faktor yang berperan dalam membuat video musik yang sukses. Namun, kedua sutradara ini memiliki definisi mereka sendiri tentang apa yang membuat sebuah video musik menjadi “bagus”, bagi Rima, “Menurut saya, video musik yang bagus adalah video musik yang dapat membuat orang terus menonton hingga akhir, mendengarkan hingga akhir.” Sementara itu, DJ memiliki pendapat yang sedikit berbeda: “Tentu saja, para penggemar akan menonton video musik hingga akhir, tetapi video musik yang bagus akan membuat para non-penggemar menonton video musik tersebut hingga akhir dan membuat mereka terus menonton dan mendengarkan musik [artis] tersebut lagi dan kembali lagi ke video musik tersebut untuk melihat bagaimana daya tarik artis tersebut ditonjolkan.”
Sekarang dengan banyak proyek ikonik yang pernah dikerjakan, RIGEND juga dikenal karena memiliki berbagai macam keserbagunaan. Baik itu konsep yang sangat imut seperti “POP” dari NAYEON atau konsep yang edgy seperti “ROAR” dari THE BOYZ, duo ini mempertahankan pesona khas mereka dalam semua karya mereka, apa pun konsepnya. “Menurut saya, yang terbaik adalah bagaimana kamu benar-benar menempatkan ciri khas tersendiri dalam berbagai gaya. Dulu, mungkin ciri khas kami adalah transisi atau bagaimana kami menempatkan CG yang menarik perhatian orang, tetapi baru-baru ini, mungkin kami lebih dikenal karena menunjukkan daya tarik para seniman itu sendiri.” Merefleksikan apa yang menurutnya merupakan ciri khas utama RIGEND, ia menyimpulkan, “Energi? Menurut saya, keunggulan kami adalah kemampuan untuk menunjukkan energi sang artis itu sendiri. Entah itu kuat atau tidak, itu semua adalah tentang bagaimana kami menginterpretasikannya kepada penonton.”
Ingin membaca lebih banyak wawancara eksklusif? Baca wawancara EnVi dengan boy group XEED di sini!
The post Creative Spotlight: RIGEND Membahas Keajaiban Video Musik appeared first on EnVi Media.
]]>The post Panduan Pemula untuk Komunitas Kolektor Photocard appeared first on EnVi Media.
]]>Membeli album K-pop memang mengasyikkan dan dilengkapi dengan keseruan saat melihat photocard di dalamnya. Tapi, membeli album dalam jumlah yang berlebihan tidak baik dari sisi biaya maupun lingkungan. Untuk memperluas koleksi photocard-mu tanpa membeli album secara berlebihan, komunitas kolektor bisa diandalkan untuk menemukan photocard yang kamu cari! Karena bergabung dengan komunitas baru mungkin membingungkan pada awalnya, EnVi telah menyusun beberapa tips yang harus kamu ketahui untuk membantumu menavigasi trading, penjualan, dan pembelian photocard.
Photocard didaftar untuk dijual atau diperdagangkan di pasar online seperti Depop, eBay, Mercari, dan Shopee. Karena situs-situs ini dirancang bagi pengguna untuk menjual barang, banyak dari pasar ini menawarkan kebijakan perlindungan pembeli, yang menjadikannya pilihan yang lebih aman untuk membeli kartu foto.
Platform Twitter dan Instagram merupakan komunitas yang tepat bagi penggemar K-pop untuk memulai jual beli, terutama jika kamu sudah terbiasa menavigasi situs media sosial untuk penggunaan pribadi. Banyak fitur yang ditawarkan oleh Twitter dan Instagram yang memudahkan untuk melakukan jual beli, membangun akun yang memiliki reputasi baik, dan terhubung dengan penggemar lain. Misalnya, Instagram menyediakan fungsi di mana kamu dapat mengikuti hashtag, yang akan merekomendasikan postingan langsung di berandamu yang bisa menghasilkan proses jual beli. Informasi penting, penafian, dan bukti pertukaran sebelumnya juga dapat diatur di akun kamu menggunakan sorotan cerita Instagram atau utas Twitter. Dengan banyaknya fitur yang ditawarkan oleh Twitter dan Instagram yang mungkin sudah kamu kenal, komunitas jual beli di Twitter dan Instagram merupakan pintu gerbang menuju dunia koleksi.
Hashtag dan kata kunci digunakan dalam postingan media sosial agar konten lebih mudah ditemukan oleh pengguna dan agar konten menjangkau audiens yang lebih luas. Penting untuk mengetahui kata kunci dan tag yang umum digunakan dalam komunitas koleksi karena di bawah tag inilah sebagian besar pengguna akan menjelajah.
Berikut adalah beberapa frasa umum yang perlu diketahui:
WTS – “ingin menjual” menunjukkan bahwa barang tersebut untuk dijual
WTT – “ingin menukar” menunjukkan bahwa barang siap untuk ditukar
WTB – “ingin membeli” menunjukkan bahwa pengguna ingin membeli photocard tertentu
ISO – “sedang mencari” menunjukkan bahwa pengguna sedang mencari penawaran jual atau tukar tambah untuk photocard yang disebutkan
GO – “pesanan grup” yang diselenggarakan oleh manajer pesanan grup (Group Order Manager/GOM), yang memungkinkan beberapa pembeli membeli barang dagangan dalam satu pesanan untuk menghemat uang
Frasa ini biasanya digunakan bersama dengan grup tertentu yang kamu ingin dagangkan. Misalnya, jika kamu ingin memperdagangkan atau menjual kartu foto BTS, kamu akan menggunakan hashtag #btswts atau #btswtt untuk menjangkau kolektor BTS lainnya.
Banyak orang yang menyertakan sebanyak mungkin hashtag dalam postingan mereka, meskipun hashtag tersebut tidak menunjukkan bahwa mereka ingin melakukan transaksi tersebut. Bahkan, kamu mungkin menemukan photocard yang hanya ingin ditukar oleh seseorang meskipun di bawah tag “wts”. Pastikan untuk membaca deskripsi postingan dengan seksama untuk melihat apakah beberapa kartu foto terdaftar secara eksklusif untuk diperdagangkan atau dijual, meskipun tag yang digunakan menyatakan sebaliknya.
Penting untuk mengemas photocard dengan benar untuk memastikan pengirimannya aman. Mengemas photocard tidak harus rumit, dan kamu mungkin sudah memiliki alat tulis yang akan berguna. Namun, jika kamu tidak yakin harus memulai dari mana atau perlengkapan apa yang harus dimiliki, EnVi siap membantu kamu!
Sleeves Photocard adalah kebutuhan bagi setiap kolektor karena memberikan perlindungan dasar untuk kartu Anda dan mencegah kerusakan ringan seperti goresan ringan, noda, atau kerusakan PVC.
Karena soft sleeve hanya melindungi dari kerusakan ringan, photocard harus dilindungi dalam lapisan pelindung yang tebal saat proses pengiriman. Toploader sangat penting bagi pedagang photocard karena dapat mencegah pembengkokan, goresan, kerusakan akibat cuaca, dan melindungi dari potensi kerusakan akibat mesin penyortir surat. Jika kamu berencana untuk menjadi penjual atau pedagang yang aktif, kamu sebaiknya berinvestasi pada satu set toploader. Sebagai alternatif, kamu bisa menggunakan karton yang kaku selama karton tersebut tahan terhadap pembengkokan.
Untuk mengamankan kemasan, Anda harus menutup sleeves photocard dan toploader dengan selotip untuk memastikan photocard tidak terlepas. Selotip Washi adalah yang terbaik untuk digunakan ketika mengemas photocard, karena perekatnya tidak begitu kuat untuk merusak photocard, dan membuat kemasan lebih mudah dibuka oleh penerima.
Meskipun pull-tab tidak harus dimiliki, namun ini merupakan pelengkap yang sangat membantu. Menempatkan pull-tab pada sleeve photocard plastik sebelum memasukkannya ke dalam toploader akan membantu penerima untuk menarik photocard dengan mudah.
Catatan tempel atau memo digunakan untuk menulis ucapan terima kasih yang singkat. Kamu juga bisa menyertakan nama penggunamu sehingga penerima tahu dari siapa paket tersebut berasal dan dapat memberitahumu setelah paket tersebut tiba dengan selamat. Ini penting jika kamu ingin membangun akun yang bereputasi baik dan memberikan bukti transaksi di masa lalu.
Banyak orang menggunakan kartu untuk menyimpan photocard dan uang kertas dengan aman. Kamu mungkin bisa membuat kartu sendiri dengan album foto bekas atau membeli satu set kartu ucapan. Toploader ditempelkan di dalam kartu bersama dengan ucapan terima kasih singkat supaya kartu tersebut tetap berada di tempatnya selama perjalanan. Kartu itu sendiri juga harus diamankan dengan selotip washi sebelum dimasukkan ke dalam amplop.
Amplop diperlukan untuk mengirim surat yang berstempel. Banyak set kartu ucapan yang dilengkapi dengan amplop. Tapi, kamu juga bisa membeli satu pak amplop saja jika kamu berencana membuat kartu sendiri.
Trading bisa jadi menakutkan bagi pemula, terutama karena kamu mungkin harus mengirim uang terlebih dahulu untuk beberapa trading pertama saat membangun akunmu. kamu Anda akan mengirimkan uang dan informasi pribadi kepada orang lain, ingatlah untuk berhati-hati dengan akun tempat kamu membeli dan berdagang. Periksa apakah pengguna yang berinteraksi denganmu memiliki bukti jual beli dan penjualan sebelumnya. Di Instagram, sorotan cerita dengan bukti yang dapat kamu klik adalah indikator yang baik untuk akun yang dapat diandalkan. Jika kamu memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan jual beli, jangan takut untuk memberi tahu orang tersebut bahwa kamu ingin berhenti.
Komunitas kolektor photocard adalah komunitas yang mungkin harus kamu adaptasi, tetapi kamu akan belajar bagaimana menavigasinya seiring waktu. Untuk saat ini, tips dasar ini akan membantu kamu lebih dekat dengan komunitas tersebut dan mempersiapkanmu untuk mulai berdagang. Mengoleksi adalah hobi yang menyenangkan, dan komunitas trading bisa membantu kamu memperluas koleksimu, mengumpulkan kartu foto impian kamu, dan menjadi bagian dari komunitas yang memiliki minat yang sama!
Tertarik dengan konten Lifestyle lainnya? Lihat Resep Musim Dingin 2023 EnVi di sini!
Semua produk yang ditampilkan di EnVi dipilih secara independen oleh editor kami. Namun, kami mungkin mendapatkan komisi dari pembelian yang memenuhi syarat.
The post Panduan Pemula untuk Komunitas Kolektor Photocard appeared first on EnVi Media.
]]>The post Idol Asing dan Perjalanan Mereka Menuju Popularitas appeared first on EnVi Media.
]]>Bagi banyak orang, mempelajari bahasa baru bisa diartikan sebagai seseorang melalui kesulitan dan tantangan. Pada hari Bahasa Ibu Internasional tahun lalu, EnVi menjelajahi beberapa idol asing dan kisah mereka saat memulai debutnya. Dengan banyaknya idol internasional di K-pop, mari kita lihat beberapa lagi tahun ini.
Jackson Wang lahir di Kowloon, Hong Kong, dan dibesarkan di Distrik Sha Tin. Di sana, ia belajar di American International School serta belajar berbicara dalam bahasa Kanton dan Inggris. Awalnya, olahraga anggar merupakan hal yang memikat hatinya dan ia bertekad untuk mencapai Olimpiade. Selama berada di tim anggar nasional Hong Kong, ia memenangkan serangkaian penghargaan, termasuk juara pertama di Kejuaraan Anggar Junior dan Kadet Asia pada tahun 2011. Selama menjadi atlet, dia juga menghabiskan waktu bermain musik dengan seorang teman baiknya, MC Jin.
Pada tahun 2010, seorang agen pencari bakat dari JYP Entertainment mengundang Jackson untuk berpartisipasi dalam audisi global di Kowloon, dan ia akhirnya meraih posisi pertama di antara 2.000 pelamar. Tahun berikutnya, ia ditawari beasiswa olahraga dari Universitas Stanford namun menolaknya untuk mengejar karir di K-pop. Jackson pindah ke Korea Selatan di mana dia berlatih selama lebih dari dua tahun sebelum secara resmi memulai debutnya di GOT7 dengan single pertama mereka “Girls Girls Girls,” pada tahun 2014.
Selama satu setengah tahun pertamanya di Korea, Jackson belajar bahasa Korea hanya melalui buku. Selama dua setengah tahun berikutnya, ia juga mempelajari bahasa tersebut dengan berkencan. Pada episode ke-100 JTBC Give Me a Meal, Jackson mengatakan bahwa bahasa apa pun yang ingin kita pelajari, penting bagi kita untuk mempelajari budaya negara tersebut. Hingga kini, ia dikenal sebagai salah satu penutur multibahasa K-pop, mulai dari bahasa Inggris, Kanton, Mandarin, Shanghai, hingga Korea. Selain itu, ia berbicara bahasa Jepang, Prancis, dan Thailand pada level dasar.
Pada tahun 2017, Jackson memulai label rekamannya sendiri, Team Wang, yang bekerja sama dengan Sublime Agency. Tak lama setelah itu, penyanyi asal China ini mulai berkembang secara internasional. Saat ini, ia sedang mengerjakan merek pakaian miliknya, Team Wang Design. Hanya dua bulan yang lalu, pada 8 Desember 2022, ia merilis video musik terbarunya untuk “Come Alive.” Ke depannya, Jackson telah merencanakan “MAGIC MAN World Tour” dalam tahun 2023 sekaligus tampil di Coachella pada bulan April.
Fatou, yang juga dikenal sebagai Samba Fatou Diouf, adalah pemimpin, main rapper, dan main dancer dari girl band K-pop BLACKSWAN. Ia lahir di Senegal dan tinggal di sana hingga usia 12 tahun sampai akhirnya pindah ke Belgia. Meskipun bahasa Wolof merupakan bahasa ibunya, ia kehilangan penguasaan berbahasa Wolof selama masa remajanya saat belajar bahasa Belanda dan Inggris.
Menjadi idola K-pop adalah sesuatu yang Fatou impikan saat ia berumur sekitar 14 dan 15 tahun setelah seorang teman menunjukkan video musik “Replay” dari SHINee. Saat tinggal di Belgia, ia mempertimbangkan untuk mengejar musik sebagai karier, tetapi orang tuanya khawatir hal itu tidak cukup stabil, sehingga ia memilih untuk belajar pariwisata. Ia pertama kali mengunjungi Korea Selatan untuk berlibur selama satu bulan pada tahun 2017. Selama kunjungan pertamanya ini, ia mengatakan bahwa ia merasa tidak nyaman dan hampir tidak pernah keluar dari hotelnya. Namun, pada saat ia pergi, Fatou mendapatkan teman baru dan mendapat kesempatan untuk berlatih bahasa Korea.
Fatou kembali ke kehidupan sehari-harinya di Belgia. Akan tetapi, setelah beberapa saat, ia memiliki keinginan untuk kembali ke Korea dengan visa kerja untuk mengejar impiannya dalam industri musik. Ia bekerja sebagai model untuk Cineline Entertainment, ia dia baru mendapatkan kontrak kerja bersama DR Music setelah sekitar dua bulan tinggal di Korea. Setelah berlatih selama dua tahun, ia dan anggota BLACKSWAN lainnya akhirnya debut pada 16 Oktober 2020, dengan single perdana mereka, “Tonight.” Fatou, khususnya, membuat sejarah dengan debutnya sebagai idol K-pop pertama yang berkulit hitam.
Fatou mengalami banyak kesulitan saat pertama kali tiba di Korea. Dalam sebuah video YouTube dengan POPKORN, ia berbicara tentang perjalanan pertamanya ke Korea dan berkata, “Saya selalu diingatkan bahwa saya adalah orang asing dan wanita kulit hitam. Itu karena semua orang menatap saya ke mana pun saya pergi.” Sekarang, ia percaya banyak hal telah berubah dalam aspek tersebut karena ada lebih banyak orang asing yang hadir di Korea. Bahasa juga merupakan sebuah hambatan ketika dia memutuskan untuk pindah dari Belgia ke Korea.
Pada awalnya, Fatou tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa Korea sama sekali. Namun, ia mengungkapkan bahwa bahasa Koreanya menjadi lebih baik karena para anggotanya membantunya dengan bahasa dan mengajarkan cara berperilaku yang tepat di sekitar artis senior. Ia juga dihadapkan dengan sambutan kurang pantas tak lama setelah debut dan hampir menyerah, tetapi para anggotanya mendorongnya untuk terus maju dan memberinya dukungan yang luar biasa. Selain itu, perbedaan budaya merupakan tantangan yang sulit, tetapi Fatou belajar untuk beradaptasi selama bertahun-tahun. Sekarang, ia sudah terbiasa dengan budaya Korea.
Fatou berbagi bahwa ia ingin melihat lebih banyak idola K-pop berkulit hitam yang memulai debutnya dan mendorong semua orang untuk mengejar impian mereka. Ia percaya bahwa K-pop akan berkembang dan menjadi lebih inklusif di masa depan. Ia mengatakan kepada Teen Vogue, “Kita akan melihat lebih banyak kebangsaan. Lebih banyak ras. Ini akan sangat menyenangkan.” Baru-baru ini, Fatou merilis sebuah mixtape berjudul PWAPF (Psycho with a Pretty Face) yang berisi “Castle Key (Roll),” “Gucci (PWAPF),” dan “Lingo (Stunna).” Selain bakatnya, ia juga dikenal sebagai idol multibahasa karena ia dapat berbicara dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Korea.
Mark Lee, anggota NCT 127, NCT U, NCT DREAM, dan SuperM, lahir di Toronto, Kanada. Mark pindah ke New York sekitar usia lima tahun dan kemudian pindah ke Vancouver, Kanada, pada usia 10 tahun. Karena ia lahir dan dibesarkan di Kanada, bahasa Inggris adalah bahasa ibunya, tetapi ia menulis lagu dan berbicara dalam bahasa Inggris dan Korea. Ia juga mengetahui sedikit bahasa Mandarin dan Jepang. Pada tahun 2010, Mark memutuskan untuk mengikuti audisi untuk SM Entertainment di SM Global Audition di Kanada, berhasil lolos, dan bergabung dengan perusahaan tersebut pada tahun 2012. Setahun kemudian, pada 16 Desember 2013, ia diperkenalkan sebagai anggota SM Rookies, tim pelatihan pra-debut SM.
Setelah empat tahun menjalani pelatihan, Mark mulai debut di bawah subunit NCT yang berbeda dalam kurun waktu beberapa bulan. Ia pertama kali debut sebagai anggota NCT U dengan single “The 7th Sense” pada 8 April 2016. Tiga bulan kemudian, pada 6 Juli 2016, ia memulai debutnya dengan NCT 127 di mana mereka merilis lagu debut mereka “Firetruck.” Tak lama kemudian, pada 24 Agustus 2016, ia memulai debutnya di NCT DREAM dengan mereka “Chewing Gum.” Kilas cepat ke tahun 2019, Mark diumumkan sebagai anggota supergrup K-pop SuperM saat mereka mengeluarkan single debut mereka, “Jopping.”
Menjadi seorang musisi bukanlah rencana awal Mark. Dalam sebuah wawancara dengan Teen Vogue, ia mengungkapkan bahwa ia bermimpi menjadi seorang penulis. “Ketika saya masih di sekolah, saya merupakan tipe orang yang selalu menulis lebih dari yang diharapkan, dan itu menjadi sesuatu yang cocok untuk saya.” Melalui proyek sekolah dan esai, Mark menemukan minat untuk menulis yang akhirnya berubah menjadi menulis rap, salah satu keterampilan miliknya yang diketahui oleh banyak orang. Mark tidak berniat mengikuti audisi untuk SM, tetapi karena gurunya mengikuti demonstrasi guru pada hari audisi diadakan, dia tidak bisa bersekolah sehingga dia memutuskan untuk mengikuti audisi dengan kakaknya. Mark dan anggota NCT 127 lainnya baru-baru ini menyelesaikan tur dunia kedua mereka, “NEO CITY-THE LINK.” Sekarang, ia bersiap-siap untuk bergabung dengan NCT DREAM dalam tur dunia pertama mereka, “NCT DREAM Tour – THE DREAM SHOW2: In A DREAM.”
Tiffany Young, juga dikenal sebagai Stephanie Young Hwang, lahir di California dan dibesarkan di Diamond Bar City. Saat Tiffany masih kecil, ia mampu mengekspresikan kreativitasnya melalui band dan orkestra, olahraga, paduan suara, menari, gereja, dan bahkan klub Korea. Tiffany pertama kali diperkenalkan dengan K-pop dan K-drama pada awal tahun 2000-an oleh orang tuanya dan bertumbuh mengagumi BoA, yang kemudian memuji BoA sebagai alasannya untuk menjadi seorang idol.
Saat masih kecil, ibunya memainkan musik di sekitar rumah seperti Madonna dan Whitney Houston. Sayangnya, sekitar usia 12 tahun, ibunya meninggal dunia. Tiffany mengungkapkan bahwa ia merasa terluka dan bingung setelah kepergiannya, dan musik adalah sesuatu yang memberi makna dalam hidupnya. Pada usia 15 tahun, Tiffany memutuskan untuk mengejar mimpinya setelah kakak laki-lakinya mendorongnya untuk mengikuti audisi untuk festival musik SM Entertainment tahun 2004 di Los Angeles. Setelah direkrut, ia memutuskan untuk pindah ke Korea Selatan seorang diri. Dari sana, Tiffany berlatih selama dua tahun sebelum memulai debutnya pada tahun 2007 di dalam Girls’ Generation dengan single mereka “Into The New World.”
Meskipun Tiffany adalah keturunan Korea, ia hanya bisa berbicara dalam bahasa Inggris ketika pertama kali tiba di Korea. Walau tinggal bersama kedua kakeknya yang mengajarkannya budaya Korea, ia tetap membutuhkan waktu dua tahun untuk membaca dan menulis dalam bahasa Korea dengan percaya diri. Tiffany juga dihadapkan dengan perbedaan budaya karena ia diharapkan untuk berpenampilan dan bertindak dengan cara tertentu, tetapi kecintaannya untuk berada di atas panggung mendorongnya untuk terus maju. Ia mengakui bahwa selama masa trainee, menjadi seorang idol adalah hal yang dia inginkan, dan meskipun ada tantangan yang dia hadapi, dia bekerja keras untuk debut.
Setelah memilih untuk tidak memperpanjang kontraknya selama berkarier satu dekade di K-pop, Tiffany pindah kembali ke Los Angeles pada tahun 2018 untuk mengejar karir di Amerika. Ia memulai karier solonya dengan “Over My Skin” pada 2 Agustus 2018. Di tahun yang sama, ia merilis dua single lainnya yang berjudul “Teach You” dan “Peppermint.” Sekarang, Tiffany memiliki diskografi yang penuh warna dan bahkan telah menekuni dunia akting, mendapatkan peran sebagai Roxie dalam musikal Chicago dan Rachel dalam drama Korea Reborn Rich. Saat ini, ia dikontrak oleh agensi artis Korea, Sublime.
Krystal, yang juga dikenal sebagai Jung Soo-Jung dan Chrystal Soo Jung, lahir di San Francisco, California. Popularitasnya mulai berkembang pada usia lima tahun saat liburan keluarga ke Korea Selatan. Di sana, ia dan kakak perempuannya, Jessica Jung eks-Girls’ Generation, ditemukan oleh SM Entertainment. Keduanya ditawari kesempatan untuk menjadi trainee. Meskipun orang tuanya hanya mengizinkan Jessica untuk melanjutkan, Krystal muncul dalam video musik seperti “Wedding March” dari Shinhwa dan “Still Believe” dari Rain. Selain itu, ia juga muncul di berbagai iklan hingga akhirnya orang tuanya mengizinkannya untuk memulai pelatihan pada tahun 2006. Setelah tiga tahun menjalani pelatihan, ia dan anggota f(x) lainnya memulai debut mereka pada tanggal 2 September 2009 dengan single “LA chA TA.”
Setelah tiba di Korea, Krystal bersekolah di Korea Kent Foreign School; di sini, kefasihannya dalam berbahasa Korea dan Inggris meningkat. Berkat pengetahuannya dalam kedua bahasa tersebut serta sedikit bahasa Jepang dan Mandarin, ia dapat berkomunikasi dengan lebih baik dengan para penggemar internasional.
Dikenal karena kemampuan bernyanyinya, Krystal memiliki banyak kesempatan untuk berkolaborasi dengan artis lain seperti Changmin dari TVXQ dan Chen dari EXO melalui proyek grup musik SM Entertainment, SM the Ballad. Ia juga dikenal karena gaya busananya dan telah memenangkan berbagai penghargaan fashion termasuk Asia Style Award pada tahun 2019. Bersama dengan para anggotanya, Krystal terlibat dalam proyek solo, termasuk kampanye iklan dengan berbagai merek, bahkan mulai berakting pada tahun 2010 dengan membintangi More Charming By The Day. Kini, ia memiliki daftar filmografi yang panjang dan terus membintangi drama di bawah naungan H& Entertainment, yang terbaru adalah Crazy Love. Sejak ia terjun ke layar lebar, ia telah meraih kesuksesan besar dan memenangkan berbagai penghargaan, termasuk Penghargaan Popularitas di KBS Drama Awards pada tahun 2022.
K-pop adalah rumah bagi banyak idola asing dan masing-masing memiliki kisah unik yang penuh dengan pengorbanan dan kerja keras. Meninggalkan negara asal dan mempelajari bahasa baru serta perbedaan budaya bukanlah tantangan yang mudah untuk dilalui, namun para artis ini telah menunjukkan bahwa kerja keras seringkali membuahkan hasil. Di Hari Bahasa Ibu Internasional ini, mari kita ingat untuk selalu merayakan budaya dan bahasa kita.
Tertarik dengan lebih banyak konten idola asing? Lihat artikel Idola Asing dan Perjalanan Mereka Menuju Ketenaran di sini!
The post Idol Asing dan Perjalanan Mereka Menuju Popularitas appeared first on EnVi Media.
]]>The post Lan Florence Yee dalam Berkarya Untuk Diaspora Asia appeared first on EnVi Media.
]]>Lan Florence Yee, seorang seniman yang tinggal di Toronto dan Montreal, “memotret” krisis identitas diaspora di Amerika Utara. Melalui karya-karya yang merepresentasikan keterbatasan kepemilikan dari tenaga kerja, bahasa, dan keluarga, ia menggambarkan keluhan yang berakar dalam diaspora Asia. Berkarya sebagai seniman visual dan kolaborator seni di Toronto dan Montreal, ia mendefinisikan ulang batas-batas antara teks dan ruang publik. Karya-karyanya telah dipajang di ruang-ruang galeri terkemuka seperti The Museum of Contemporary Art, The Art Gallery of Ontario, The Textile Museum of Canada, dan Gardiner Museum. Terinspirasi oleh pengalaman hidup dan kisah-kisah orang-orang di sekitarnya, Yee terus menggali lebih jauh ke dalam kenangan yang membentuk pengalaman diaspora.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan EnVi, Yee berbincang dengan kami melalui Zoom untuk membahas latar belakangnya, teks sebagai bentuk seni, dan menguraikan beberapa karya seninya, termasuk A Language Not In Denial of Longing dan Seeking.
Dengan pengalamannya dibesarkan di Montreal, kemahiran Yee dalam bahasa Prancis tak perlu dipertanyakan. Namun, karena penampilannya yang “asing,” Yee telah mengalami beberapa pertemuan yang membentuk pemikirannya dalam berkarya.
Salah satu pengalaman ini terjadi selama pameran gladi pertamanya pada tahun 2016 di Ottawa, Ontario. Ketika kami berbincang, ia menceritakan pertemuan dengan seorang pria yang menjadi penting dalam kisah ini. Saat menyapa pria itu, Yee dilibatkan dalam percakapan yang tidak menyenangkan dan perundungan yang berakar kuat dalam sejarah. Di galeri tersebut, pengunjung dapat menempelkan stiker merah pada karya seni yang terjual serta karya-karya yang mereka anggap menarik. Namun, sang pria dengan bercanda menandai Yee dengan stiker itu di dadanya. Momen ini memacu Yee untuk bertanya tentang identitas diri dan sejarah dirinya, yang mulai tampak dalam seni dan pemikirannya.
“Saya tidak memiliki bahasa untuk mengungkapkannya saat itu, tetapi saya berpikir tentang seluruh sejarah ini, seperti eksploitasi seksual dan penjajahan militer bersejarah yang membentuk pengalaman Asia,” jelas Yee. “Untuk bisa dijadikan bahan lelucon sebagai objek pameran, bukan sebagai manusia, adalah salah satu dari sekian banyak hal yang mendorong saya untuk mengeksplorasi seni lebih dalam.”
Yee juga sangat tersentuh oleh para profesor penduduk asli Amerika (Indigenous) dan berbagai dimensi identitas budaya. Kisah-kisah yang mereka bagikan tentang penyakit antargenerasi dan riwayat keluarga mendorong Yee untuk melihat sejarah keluarganya sendiri. Lapisan keingintahuan ini membantu Yee dalam mengonseptualisasikan karya tentang pengalaman-pengalaman terberi. Dengan menggeser pemikirannya dari berfokus pada konflik internal menjadi membentuk ide-ide eksternal, Yee mampu mempertanyakan pemahamannya tentang dunia melalui seni. “Bagaimana saya bisa memposisikan apa yang saya ketahui sekarang dengan cara yang penuh welas asih, yang memungkinkan orang lain ingin mengetahui lebih tentang diri mereka sendiri?” Yee memberikan ruang bagi audiens untuk mengintrospeksi diri. Ia percaya pada kemampuan audiens untuk terlibat dengan karyanya serta memproyeksikan ide-ide mereka sendiri ke dalam sebuah karya seni.
Yee menggambarkan keadaan hubungan antarpribadi yang rumit dengan mengangkat kesulitan-kesulitan dalam migrasi, keterputusan, hubungan, tenaga kerja, dan identitas queer (LGBTQ). Proyeknya yang berjudul A Language Not in Denial of Longing (Bahasa yang Tak Memungkiri Kerinduan, 2020) berpusat pada tenaga kerja sebagai sebuah tuntutan yang menindas dalam diaspora Kanton. Melihat praktik-praktik budaya yang ditinggalkan karena usaha asimilasi di Kanada, Yee menciptakan sebuah buku yang mencatat pengalaman hidup.
Yee menemukan suara melalui topik-topik “sepele” yang menarik dengan melakukan wawancara di luar konteks jurnalistik. “Mereka seperti melekat dengan rasa yang membuat gatal, dan itu bagi saya telah menjadi inti dari pekerjaan saya. Semacam menelusuri pertanyaan-pertanyaan setiap tahun daripada luka yang menganga,” katanya.
Dengan keinginan untuk terhubung dengan budaya tak kasatmata, Yee mengakui adanya hambatan bahasa yang mungkin terasa asing bagi para migran. “Karena sejarah perpindahan mereka, sangat sulit untuk berkomunikasi dalam bahasa baru. Di sisi lain, semakin sedikit yang kamu katakan, semakin sedikit yang akan kamu tahu, dan semakin sedikit rasa sakit yang akan terpikirkan di benak mereka.”
Yee menerjang rintangan generasi ini dalam seninya. Ia berupaya untuk membuka kisah-kisah yang belum terselesaikan ini kepada audiens yang lebih luas. Dari banyaknya kisah-kisah yang belum terungkap dari praktik migrasi dan asimilasi, hanya sedikit yang bisa diungkapkan karena hambatan bahasa. Ketika mereka yang bagian dari diaspora menemukan diri mereka terbelah antara identitas budaya, nasional, dan etnis, ada kekurangan pengetahuan dalam menghubungkan kembali dengan apa yang tidak diketahui.
“Kerinduan tertanam melalui praktik-praktik linguistik, budaya, emosional, dan kekeluargaan. Mereka [para diaspora] tidak diberikan bahasa untuk dapat mengambil bagian dalam praktik-praktik tersebut,” kata Yee. Keterputusan yang tidak terpenuhi ini disandingkan dengan judul karya seni A Language Not in Denial of Longing. Ketika para migran dihadapkan pada hambatan bahasa dan individu diaspora kekurangan sumber daya, di situlah kesenjangan semakin parah.
Di sisi lain, Seeking (Dicari, 2021) “mengganggu” ruang publik dan berfungsi untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat. Rangkaian iklan yang penuh candaan ini terdapat dalam bentuk fisik dan digital serta berusaha untuk melibatkan komunitas yang aktif. Ditampilkan di berbagai kota, poster yang singkat dan padat ini berulang kali menyinggung diskusi tentang diaspora. Yee terinspirasi oleh Want Ads karya Nadia Myre, di mana ia menyemprotkan slogan-slogan tentang mencari koneksi pribadi di sepanjang jalan Vancouver pada tahun 1990an.
Dibimbing oleh Myre saat mengambil sarjana di Concordia University, Montreal, Yee telah mengenal karya Myre sebelum mengambil kelas yang diajar seniman tersebut. “Beliau bukan orang yang banyak bicara, tetapi saya merasa bahwa beliau benar-benar ingin menjadi semacam figur mentor yang baik hati dalam kehidupan murid-muridnya,” kenang Yee.
Yee tertarik pada karya techspace Myre pada tahun 1990an. Ia mengagumi bahasa puitis yang menggambarkan kegiatan sehari-hari dalam karya tersebut. Alih-alih menciptakan karya seni yang mungkin sulit dipahami oleh audiens yang lebih luas, Yee justru tersentuh oleh upaya Myre untuk menyertakan semua orang sebagai bagian dari pengamatan karya seni.
“Saya tidak merasa bahwa karya seni ini terlalu mengasingkan bagi orang-orang yang hanya berjalan melewatinya, karena karya seni ini sedikit aneh sehingga kamu berhenti untuk memperhatikannya, tetapi masih jelas terbaca,” jelas Yee. Ia menginterpretasikan karya Myre ke dalam gaya seninya sendiri. Kerinduan ini kemudian beralih menjadi tujuan pencarian Yee melalui iklan dan poster komunitas.
Sebagaimana bahasa dan nada tetap menjadi tema yang konsisten di seluruh karyanya, Yee menyinggung pembahasan mengenai pencarian komunitas, tradisi, kenangan, perasaan, dan keadilan. Tertarik dengan iklan komunitas dan bahasa poster dengan tulisan tangan, ia berusaha untuk menyusun ruang konvensional untuk pemikiran introspektif. “Saya begitu tertarik dengan perambuan karena mereka ada di mana-mana dan kita dilatih untuk mematuhinya. Jadi, dengan mengambil gaya ruang publik dan apa yang biasa kita terima begitu saja, saya ingin bermain-main dengan ekspektasi,” kata Yee.
Karya ini perlu dipajang di ruang publik alih-alih ruangan yang dikurasi. “Kenyataan bahwa saya sengaja tidak meninggalkan nomor apapun yang bisa disobek membuat nihilnya cara yang tepat untuk menanggapi karya ini,” jelas Yee. “Jadi, yang karya ini lakukan adalah memberikan kebebasan kepada orang-orang yang melihatnya untuk melakukan apa yang mereka mau dengan karya tersebut.”
Selebihnya, Yee ingin para audiens memberikan kebebasan untuk menjadi diri mereka sendiri dengan cara yang inovatif. Dengan membuat karya dengan gagasan keselamatan, rangkaian poster yang dipajang terus berkembang sebagai respons terhadap masalah sosial dan interpersonal yang genting. Bagi audiens atau Yee untuk menemukan jawaban ini, mereka dapat memulai percakapan tentang apa yang harus dilakukan untuk masalah ini. “Saya pikir ada banyak peristiwa besar di mana tidak ada cara nyata atau cara benar untuk menyikapinya, tetapi mudah-mudahan itu bisa menjadi pertanyaan yang lebih besar yang melekat bagi para audiens,” ungkap Yee.
Saat ini, Yee sedang mengerjakan proyek besar berjudul Tangerine yang terinspirasi dari Grapefruit karya Yoko Ono. Buku tersebut merupakan serangkaian instruksi dan petunjuk yang diusulkan oleh Ono kepada orang lain yang ingin melakukannya. Kedua karya seni ini memiliki peran yang sama, karena keduanya menjadikan audiens sebagai partisipan aktif. Dengan menggabungkan citra berbasis teks, isu-isu yang menyenangkan dan belum terselesaikan dikemas secara humoris dalam buku Yee.
Melalui seni, Yee berusaha menemukan keseimbangan dan secara aktif berusaha untuk mencari “nada” yang lebih lembut dalam dirinya dan orang lain. “Saya melihat karya saya menjadi lebih luas dan lebih tenang. Bukan dalam artian seperti berbicara, tetapi seseorang pernah mengatakan kepadaku bagaimana karyaku terkesan pucat dan terpendam. Saya sering berpikir tentang bagaimana saya ingin menjadi gema daripada pengeras suara,” ungkapnya.
Yee juga mendefinisikan perbedaan antara prosa dan puisi selama percakapan kami. “Menurut saya, perbedaan terbesar bagi saya adalah saya tidak pernah menganggap karya itu sebagai sesuatu yang diucapkan dengan suara keras. Seni adalah sesuatu yang hanya dapat dibaca di dalam pikiranmu dan akan tetap di dalam situ.” Meskipun Yee menggunakan kata dan bahasa dalam karya seninya, ada elemen tambahan seperti bagaimana karya tersebut berinteraksi dengan rambu dan ruang publik. Dengan mempertimbangkan kesadaran spasial, Yee mendefinisikan karyanya sebagai “puisi yang khusus untuk lokasi tertentu.”
Yee secara langsung menantang masalah antargenerasi diaspora Asia melalui karyanya yang inovatif. Dengan mengangkat budaya dan wacana tentang identitas, seksualitas, dan budaya, karyanya mendorong perubahan dan percakapan sulit yang muncul ketika membahas pengalaman migran.
Jika kamu ingin melihat lebih banyak karya Lan Florence Yee, kunjungi situs pribadi dan akun Instagram-nya.
Ingin mengenal lebih banyak seniman Asia? Baca liputan kami tentang Infinity Mirror Rooms Yayoi Kusama di sini! (Artikel dalam bahasa Inggris.)
The post Lan Florence Yee dalam Berkarya Untuk Diaspora Asia appeared first on EnVi Media.
]]>The post Berbincang bersama AleXa tentang Voguing, Tren 2022, dan Target Tahun Baru appeared first on EnVi Media.
]]>Bintang K-pop AleXa kembali dalam gaya dengan proyek terbarunya: perilisan mini album pertamanya, Girls Gone Vogue. Penyanyi solo yang sekaligus kontestan di Rising Legends (2017) dan Produce 48 (2018), telah debut karir solonya secara resmi pada tahun 2019 dengan “Bomb”. Sejak itu, AleXa telah merilis lagu-lagu hit, membangun fanbase setia selagi mengeksplorasi konsep futuristik dan distopia. Dalam sebuah wawancara eksklusif, EnVi berbincang dengan penyanyi tersebut melalui Zoom tentang perjalanan menarinya, tren favoritnya, dan harapannya untuk Tahun Baru mendatang.
“Back In Vogue”, judul lagu dari comeback terbaru AleXa, merupakan perubahan yang mengejutkan dalam diskografinya. “Ini 100% sesuatu yang baru,” katanya sambil menangguk dengan antusiasme. “Kami ingin mencoba sesuatu yang belum pernah dilihat oleh publik sebelumnya dengan AleXa.”
Single terbaru AleXa bergenre pop nostalgia, membawa pendengar kembali ke tahun 2000-an dengan synth melodi dan nuansa retro hip-hop. Penyanyi solo ini dengan sempurna mewujudkan cintanya yang baru terhadap hal-hal retro tahun ini dengan nuansa fokus lembut dalam musik video, pakaian berhiaskan berlian, dan, tentu saja, gerakan voguing dalam koreografinya.
Jeri Slaughter dan Paul Morente, pendiri House of Sam yang berbasis di Los Angeles, membuat koreografi “Back In Vogue.” Perusahaan itu telah bekerja dengan artis legendaris seperti Christina Aguilera, Bad Bunny, BTS, dan Jennifer Hudson. Mereka juga bertanggung jawab untuk membuat koreografi penampilan kemenangan AleXa “Wonderland” di American Song Contest oleh NBC.
Dalam lima tahun sejak penampilan layar pertama AleXa di Rising Legends, solois tersebut telah berkembang sebagai penari. “Saya pasti akan mengatakan… kami telah menjadi lebih baik sejak hari-hari Produce kami,” katanya, meniru meme Debby Ryan itu, “Setidaknya, saya harap begitu!” Leksikon tarian AleXa diperluas untuk mencakup berbagai genre, dan tidak ada yang tahu apa yang akan AleXa lakukan selanjutnya. “Itulah kegembiraan menjadi seorang penari,” katanya.
“Back In Vogue” menampilkan lebih banyak voguing dibanding rilisan AleXa sebelumnya, dan hal itu dapat dimengerti. Koreografi menambahan gaya baru dalam portfolio tarian AleXa, menunjukkan keterampilannya yang luas sebagai seorang seniman. Namun tujuan utama dari lagu tersebut bukan hanya untuk menonjolkan gaya dansa ballroom yang rumit.
“Saya pernah membaca sebuah komentar seperti ini: ‘Dimana voguing-nya? Seharusnya ada lebih banyak voguing”, AleXa berbagi sambil tertawa. “Meskipun saya setuju – lagu itu disebut ‘Back In Vogue,’ tentu saja – ada banyak definisi untuk ‘vogue’ itu sendiri.”
Pendapatnya tentang tren terpanas dalam tahun 2022 menunjukkan bahwa dia mengetahui hal apa saja yang sedang populer. Pakaian favorit AleXa dari set “Back In Vogue”, misalnya, menampilkan beberapa pakaian terpanas tahun ini. Pertama adalah salah satu pakaian pertunjukannya, dimana AleXa memakai kemeja putih, celana pendek hitam, bersama dengan “korset dengan segala perhiasan” – dia katakan sambil memberi gambaran penampilannya – dan sepatu bot hitam setinggi paha. Korset ada dimana-mana tahun ini, mulai dari koleksi streetwear hingga adibusana runway, dan detail perhiasan permata membuat pakaian itu semakin menarik.
Menurut AleXa, pakaian favorit keduanya tidak mendapatkan pusat perhatian yang pantas. Pakaian tersebut adalah gaun hitam semi-transparan yang halus, dihiasi dengan banyak mutiara dan dipadukan dengan sarung tangan beludru. Tampilannya mengambil detail era lampau – bayangkan: Roaring Twenties, tahun 1960-an – dan memperkuatnya dengan elegan.
Melihat balik pada tren tahun ini, AleXa mengambil waktu sejenak untuk merefleksikan tahunnya yang benar-benar padat dengan berbagai aktivitas. “Saya sepertinya kerja, kerja, kerja, kerja… Apa yang menjadi tren tahun ini?” dia renung. Tapi setelah beberapa detik, matanya bebrinar.
Tren favoritnya? “Sebagai pemilik atasan berbentuk kupu-kupu yang dihiasi dengan kelap-kelip, saya sangat menyukainya. Saya kira kupu-kupu secara umum menjadi tren lagi,” ujarnya. Dan dia benar: motif kupu-kupu banyak muncul dalam estetika Y2K, salah satu kemunculan gaya kembali terbesar mode dalam tahun 2022.
Belakangan ini, AleXa juga menikmati kembalinya sepatu platform. “Saya merasa lebih percaya diri kalau memakai sepatu hak,” katanya. AleXa, yang tingginya 170 cm, menjelaskan bahwa dia suka memakai sepatu hak baik dari segi fungsionalitasnya maupun untuk rasa percaya diri yang dia rasakan. “Aku lebih suka saat aku setidaknya sedikit… tinggi rata-rata,” dia tertawa. Memakai sepatu hak secara secara inheren menambah kepercayaan diri saat berjalan, kata AleXa. “Kamu harus berjalan secara tegak, dada keluar, dengan percaya diri. Hal tersebut menambah rasa percaya diri yang sudah kita punya.”
Kecintaannya pada sol platform yang berlebihan ini telah dipaparkan dalam daftar panjang sepatu bagi AleXa. “Saya punya… lima halaman web berbeda yang terbuka di laptop saya dengan sekitar enam pasang sepatu dalam keranjang belanja,” akunya. “Jadi… doakan dompetku.”
AleXa juga berbicara tentang tren yang paling tidak disukainya: “Aku sendiri berharap jeans berpinggan tinggi dan celana pendek berpinggang tinggi akan hilang,” akunnya, sambil mengatupkan kedua tangannya. “Secara pribadi mereka tidak cocok untukku; aku tidak menikmati hal-hal yang berpinggang tinggi.”
Untuk tahun yang akan datang, AleXa memiliki beberapa target. Meski bintang idola tersebut baru saja menyelesaikan rangkaian pertunjukan pertamanya di Amerika Serikat, ia sudah merencanakan untuk melakukan tur lagi. Artis tersebut berbagi bahwa tahun depan dia ingin melakukan tur ke lebih banyak negara. “Maksudku… tur dunia, aku kira, adalah istilah yang aku cari,” ujarnya, “tapi itu terlalu luas.”
Target AleXa kedua sudah jelas: untuk meningkatkan kesehatannya. Saat mempertimbangkan betapa sibuk dirinya tahun ini, mulai dari berkompetisi di American Song Contest hingga mengeluarkan musik hingga menyelesaikan tur solo di delapan kota di Amerika Serikat, maka tidak heran bahwa sang penyanyi ingin meluangkan waktu untuk dirinya sendiri.
“Hal ketiga…” dia merenung sejenak, sambil menyanyikan “la ta ta ta” dengan berpikir keras “… untuk membuat lebih banyak musik saya sendiri”. Melihat ke belakang kamera di apartemennya, AleXa mencatat bahwa dia baru saja membeli banyak perangkat lunak perekam untuk bereksperimen. “Bisa dari sisi komposisi, bisa dari segi lirik, tapi mudah-mudahan, kami akan merilis beberapa lagu yang saya buat tahun depan.”
Dengan begitu banyak hal yang dapat dilihat kembali di tahun ini, serta masa depan yang tentunya menarik, AleXa terus membuktikan potensinya sebagai artis K-pop generasi keempat papan atas, ia melambung ke level lebih tinggi di setiap comeback. “Selalu ada ruang untuk perkembangan dalam aspek apapun yang kamu ingin tunjukkan kepada publik,” katanya, tetap rendah hati meskipun kesuksesannya terus meningkat. Mengikuti pengenalan yang menarik dari gaya baru AleXa di “Back In Vogue”, EnVi dengan penuh semangat menantikan petualangannya di masa depan.
Mini album pertama AleXa, Girls Gone Vogue, tersedia di semua platform streaming. Ikuti perkembangan AleXa dengan mengikutinya di TikTok, Instagram, dan Twitter!
Ingin lebih banyak konten mode idola K-pop favoritmu? Bacalah artikel EnVi tentang ‘balletcore’ dan Jennie BLACKPINK di sini!
The post Berbincang bersama AleXa tentang Voguing, Tren 2022, dan Target Tahun Baru appeared first on EnVi Media.
]]>The post Spider-Man NCity, Mali Bertemu dengan Pahlawannya appeared first on EnVi Media.
]]>Musim kemarau lalu, banyak hati NCTzens tersentuh oleh bocah superhero berumur empat tahun bernama Malachi Hardy Bullen, atau Mali. Mark Lee NCT memposting sebuah video di Instagram yang memperlihatkan Mali berjoget dengan lagu grupnya, “Sticker,” dan berkomentar bagaimana dia ingin bertemu “Spider-Man Mark Lee.” Yang mengejutkan lagi, Mali dan ibunya Devie dapat bertemu NCT 127 pada konser mereka, The Link, di Indonesia.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, ibu Mali, Devie Bullen, berbincang bersama EnVi Media lewat email tentang reaksinya ketika Instagram story-nya dibagikan oleh superhero favoritnya. EnVi dengan senang hati berbicara dengannya lagi tentang pertemuan mereka dengan NCT 127.
EnVi: Untuk memulai, bagaimana kabar keluarga sejak terakhir kali kami ketemu? Konten yang kamu dan keluargamu buat telah meraih popularitas yang tinggi! Bagaimana kalian semua menyikapi semua ini? Bagaimana perasaan Mali menjadi superhero NCity?
Devie: Kehidupan kami menyenangkan, terima kasih! Kami terbang dari Inggris dan tinggal di Jakarta sementara. Sejauh ini sangat menyenangkan bertemu NCTzens. Mali tidak begitu tahu mengapa orang lain tahu namanya dan mengapa mereka terus menyapa “Halo” padanya, tetapi sepertinya dia menyukainya sehingga dia selalu melambai atau menyapa halo kembali!
EnVi: Bagaimana kalian bertemu dengan NCT 127?
Devie: Pertemuan dengan NCT 127 sangatlah tidak terduga. Kami dihubungi oleh SM Indonesia dan mendapat undangan ke konser dan memberitahuku bahwa kami akan bertemu NCT 127 di belakang panggung!
EnVi: Apa reaksi Mali saat bertemu NCT 127?
Devi: Reaksi Mali sangat gemas, awalnya dia deg-degan karena mungkin dia berpikir “Wow, mereka orang-orang nyata!” Dia biasanya melihat mereka di depan layar atau poster. Setelah beberapa menit, dia menjadi lebih santai dengan para member [dan itu] kemungkinan karena para member begitu baik dan menyambutnya dengan hangat.
EnVi: Apa reaksi Mali saat bertemu dengan Mark Lee Spider-Man sungguhan? Bagaimana perasaan kalian berdua setelah itu?
Devie: Mali mengatakan kepada saya bahwa dia akan pura-pura pingsan saat bertemu Mark secara langsung dan saya berpikir dia tidak akan melakukannya tetapi dia benar-benar melakukannya! Saya pikir dia jatuh tersandung tetapi kemudian saya menyadari dia pura-pura pingsan! Setelah itu, Mali sangat bersemangat untuk memberitahu papanya. Saya senang tidak tertolong dan tidak bisa berhenti tersenyum.
EnVi: Kami melihat cuplikan Mali yang ingin menunjukkan sesuatu kepada Mark di video 127 yang diposting di Instagram? Apa itu?
Devie: Dia ingin menunjukkan backflip dari latihannya dengan papanya dan sejujurnya aku lupa dia akan melakukan itu tapi sia ingat dan memutuskan untuk menunjukkannya ke NCT 127.
EnVi: Bagaimana pertemuanmu dengan 127? Saya tahu kamu sendiri adalah Johfam yang hebat! Bagaimana rasanya akhirnya bertemu dengannya?
Devie: Bagiku pertemuan itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Untuk bisa sedekat itu dengan mereka dan berbincang dengan mereka sungguh luar biasa dan saya merasa sangat beruntung! Berbincang dengan Johnny secara langsung membuat saya sangat gugup, tetapi saya pikir saya hanya memiliki satu kesempatan ini, jadi saya harus menjaga diri saya sendiri. Dia adalah pesona yang ramah, manis, dan sangat baik!
EnVi: Apakah ada momen lucu yang terjadi saat bertemu dengan mereka?
Devie: Saya berpikir ketika Mali memberitahu Mark bahwa tiga bias utamanya adalah ‘Mark Lee, Mark Lee dan Mark Lee’ dan itu membuat mereka tertawa dan Mark senang. Mali juga memberitahu Yuta bahwa nama panggilannya adalah ‘Maci’ dan Yuta mempercayainya tapi sebenarnya itu adalah nama panggilan yang dibuat-buat!
EnVi: Bagaimana konsernya? Apa penampilan favoritmu dan Mali?
Devie: Konsernya luar biasa!!! Favorit saya adalah ketika mereka penampilan Love Song, Focus dan solo Johnny. Kesukaan Mali adalah Sticker dan penampilan solo Mark.
EnVi: Apa yang ingin kamu sampaikan kepada NCTzen?
Devie: Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada NCTzens atas dukungannya terhadap Mali dan keluarha kami dan sejujurnya kami tidak akan berada di sini sekarang jika bukan karena dukungan kalian semua yang terus menerus, jadi, terima kasih NCTzens!
EnVi: Apa yang ingin kamu sampaikan kepada NCT 127? Apakah ada rencana untuk bertemu mereka lagi dalam waktu dekat?
Devie: Terima kasih kepada anggota NCT 127 yang telah meluangkan waktu untuk bertemu saya dan Mali setelah pertunjukan dan bersikap hangat kepada kami, khususnya Mali. Kalian telah menjadi inspirasi besar bagi kami dan kami harap kami dapat bertemu kalian lagi suatu hari nanti. Saya pikir saya dapat bertemu di konser berikutnya di Bangkok tetapi tiketnya sudah terjual habis jadi kami mungkin akan menonton NCT Dream di Jakarta pada Maret 2023!
Untuk konten Mali lainnya, ikuti ibunya di Instagram, YouTube, dan TikTok! Pastikan untuk membaca wawancara kami dengan Devie di sini!
The post Spider-Man NCity, Mali Bertemu dengan Pahlawannya appeared first on EnVi Media.
]]>The post 8 Momen Terbaik dari Head In the Clouds 2022 appeared first on EnVi Media.
]]>88rising mengambil alih Pasadena Rose Bowl sekali lagi tahun ini untuk festival musik Head In The Clouds. Acara selama dua hari ini diisi dengan penampilan menarik, wajah-wajah ternama, dan banyak makanan, minuman, dan suguhan spesial untuk para penonton.
Kami telah mengumpulkan momen-momen menarik favorit EnVi dari tamu istimewa hingga pidato yang menyentuh hati dan segala hal lainnya.
Penyanyi, penari, dan ratu berlian, CHUNG HA, memberikan sebuah pertunjukan lagu-lagu hitsnya kepada para penggemar di hari pertama. Mengenakan jeans melebar di bagian bawah dengan jahitan hias kupu-kupu dan tank biru untuk penampilan HITC pertamanya, dia memanjakan penonton dengan “Roller Coaster,” “Snapping,” dan “Sparkling.”
Di tengah penampilannya yang ceria-dengan seluruh penonton yang ikut bernyanyi-CHUNG HA berhenti di tengah-tengah lagu untuk menandatangani album penggemar. Ditambah dengan beberapa momen perbincangan di mana ia benar-benar berterima kasih kepada orang di sekitarnya, sikapnya itu yang menjadikan pengingat betapa rendah hatinya sang bintang pop.
Saat sore tiba, bintang rap Jay Park tampil dengan penampilan lagu elektrik termasuk lagu favorit penggemar “All I Wanna Do” dan “Me Like Yuh.” Penonton bersorak lebih kencang saat rapper dan tamu spesial Sik-K dan pH-1 bergabung dengannya di atas panggung untuk membawakan beberapa lagu, ditutup dengan “The Purge.”
Dengan salah satu penonton terbanyak di festival, artis yang mahir di berbagai bidang Jackson Wang mempesona penonton dengan suaranya yang merdu dan penampilan yang karismatik. Dia mengguncang dunia dengan albumnya yang ditunggu-tunggu, MAGIC MAN, dengan menampilkan lagu-lagu yang belum pernah dirilis.
Sama seperti keajaiban yang diceritakan dalam monolog pembuka, layar dan lampu sorot yang digunakan pada penampilan Jackson sangat memukau. Selama penampilan “Come Alive,” “Champagne Cool,” dan “Blue”, layar memancarkan tiga warna khasnya-oranye, merah, dan biru. Efek pencahayaan, laser dan visual yang ditampilkan di setiap layar sepanjang pertunjukan sangat penting dalam membangun tema realisme magis dalam albumnya.
Milli dan Jackson memulai pertunjukan grand final dengan penampilan yang menggetarkan dari single terbaru mereka “Mind Games,” berjalan menuruni panggung sambil berpegangan tangan. Ketika lagunya berakhir, penonton bersorak saat Jackson dan Milli berpelukan dan berterima kasih kepada penggemar atas dukungan mereka.
Penggemar lama Jackson pastinya tahu berapa besar dia merupakan sosok yang memberikan motivasi dan inspirasi, selalu mendorong orang lain untuk mengejar impian mereka. Setelah penampilan “Dopamine,” Jackson meluangkan beberapa waktu untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya pada penonton, mendorong semua orang untuk mengejar impian mereka dan menjadi pribadi yang mereka banggakan. “Aku harap kalian menjadi pribadi yang dapat kamu banggakan di dalam bidangmu. Just go for it, just go for it. Jangan pernah mengandalkan orang lain untuk mewujudkannya untukmu, karena itu adalah mimpimu, bukan mimpi mereka.”
Dalam perbincangan yang sama, dia berbicara tentang mimpinya sendiri untuk memperkenalkan budaya Tiongkok kepada dunia, meninggalkan sebuah warisan untuk budaya dan rakyatnya. “Sebagai seniman Asia, sebagai anak laki-laki Tionghoa, impian saya adalah selalu meninggalkan serpihan untuk budaya dan bangsaku sebelum aku pergi. Aku mungkin gagal, tapi aku akan mati dengan mencoba.“
Salah satu penampilan yang tidak terduga dan menarik yang tak terduga pastinya datang dari aktris Hollywood Michelle Yeoh–Everything, Everywhere, All At Once dan Crazy Rich Asians-melangkah keluar pada penampilan final dan menari bersama para bintang utama di atas panggung.
Penggemar Laki-laki keshi
Meskipun awalnya bukan bagian dari lineup tahun ini, keshi, dengan auranya yang santai dan penampilannya yang lembut, membuat penonton ikut bernyanyi bersamanya selama lagu-lagu seperti “beside you,” “right here”, dan “drunk”. Tetapi salah satu bagian terbaik dari penampilannya adalah para penggemar laki-laki yang dengan genit meneriakkan “lepaskan, lepas” kepada penyanyi asal Vietnam-Amerika ini pada setiap kesempatan.
Saat malam hampir berakhir, bintang utama Jackson Wang dan Rich Brian bergabung kembali ke panggung bersama Warren Hue untuk membawakan lagu mereka “California.” Dalam pertunjukkan mereka, ketika Warren dan Jackson menyanyikan bagian mereka, Rich Brian berhenti untuk menandatangani bagi penggemarnya di antara kerumunan. Tanpa diketahui penonton, ketiganya memiliki satu kejutan untuk mereka: sebuah video NIKI menyanyikan bagiannya dari lagu itu muncul di latar belakang yang membuat penonton bersorak-sorai dengan gembira saat ia muncul.
Tertarik dengan liputan festival lainnya? Lihat rekap Festival MIK kami di sini!
The post 8 Momen Terbaik dari Head In the Clouds 2022 appeared first on EnVi Media.
]]>The post Creative Spotlight: Jessica Wu, Humas Penggerak Peter Do appeared first on EnVi Media.
]]>Hanya dalam beberapa tahun, Peter Do telah menjadi salah satu brand favorit di industri mode. Dengan klien yang mencakup bintang kelas dunia serta komunitas dengan etos kerja yang patut ditiru, brand mewah Amerika ini telah mengambil alih dunia mode. Di balik kesuksesan Peter Do, ada sekelompok teman dekat, terutama mereka yang mengenal keakraban mereka dalam perjalanan brand tersebut. Selain Creative Director Peter Do, ada Lydia Sukato, Vincent Ho, An Nguyen, dan Jessica Wu. Jessica Wu adalah ahli mode yang orisinalitas dan sifatnya yang baik bersinar saat dia duduk untuk wawancara eksklusif bersama EnVi.
“Sebentar, aku akan lari ke lemariku untuk mengambilnya. Kamu harus melihatnya,” kata Jessica dengan spontan. Model, penata busana, produser dan direktur Direktur Humas Peter Do berbicara tentang salah satu karya favoritnya dari brand yang dia bantu dirikan pada tahun 2018. Antusiasme dalam nadanya mungkin tidak kelihatan, tapi bagi saya, ini adalah bukti komitmennya akan memperkenalkan dunia kreatif Peter Do. Dia juga adalah pendongeng yang berbakat; dia mampu berbicara berjam-jam tentang passion-nya dan dapat merebut perhatian lawan bicara. Dengannya, diskusi menjadi menyenangkan, mulai dari industri mode hingga artis K-pop dan kolaborasi impiannya untuk Peter Do.
Berasal dari Newport Beach, California, Jessica terjun ke dalam dunia mode saat remaja. “Aku telah tertarik dengan mode hampir setengah dari hidupku,” dia menjelaskan. Dengan pengenalan mode pertamanya melalui Vogue dan visual editorial yang “merangsang pikiran,” salah satu pendiri Peter Do menemukan platform untuk mengekspresikan dirinya melalui blog mode. “Aku mulai blogging saat aku duduk di bangku SMP, menulis tentang gaya pribadi dan cara menata diri sendiri,” katanya. Namun, Jessica melalaikan fakta bahwa dia disoroti di Teen Vogue pada usia 15 tahun dan tidak menyebutkan betapa mengagumkan dia terlihat meskipun usianya yang masih muda. Sebaliknya, dia menceritakan kisahnya tentang mendaftar di sekolah mode dan pengalaman pertamanya sebagai penata busana.
Dengan cara dia menjelaskan, saya merasa Jessica dilahirkan untuk bekerja di industri mode. Atau lebih tepatnya, dia ditakdirkan untuk itu. “Aku hanya mendaftar ke satu sekolah mode,” katanya. Direktur Humas Peter Do itu kemudian menceritakan bahwa meskipun orang tuanya mendukungnya, mereka juga menyarankan dirinya untuk mendaftar ke sekolah lain, “untuk berjaga-jaga.” Namun, Jessica diterima di Fashion Institute of Technology (FIT) tanpa hambatan. Dia menghabiskan beberapa tahun mengambil jurusan periklanan dan pemasaran.
Kisah Wu tentang kali pertamanya menata busana muncul sebagai hal yang sama krusialnya. Saat pindah ke New York, seorang fotografer yang ditemui Jessica melalui blognya meminta untuk meminjam beberapa pakaian dari lemari pakaiannya untuk pemotretan. “Aku tidak menjadi model, dia cuma meminta beberapa pakaian dari lemari pakaianku. Tapi, setelah itu dia mengatakan kepadaku, aku suka kepekaanmu, kenapa kamu tidak menjadi penata busana?”
Selama kehidupan sekolahnya, Jessica magang dan menjabat sebagai penata busana untuk beberapa proyek. Saat lulus, dia telah mengumpulkan pengalaman penting di dunia kerja dan meraih jaringan yang pada akhirnya membawanya untuk melangkah ke permodelan dan produksi. Itu semua terjadi saat Instagram menjadi platform media sosial unggul dan Jessica tahu persis bagaimana untuk memanfaatkannya. “Aku menggunakannya untuk keuntungan pribadi,” katanya sebelum mengungkapkan bahwa dia mendapatkan banyak proyeknya berkat kehadiran media sosialnya.
Peter Do adalah salah satu orang yang ditemui Jessica lewat Internet. Meski keduanya bersekolah di sekolah yang sama, Jessica dan Peter pertama kali terhubung melalui Facebook. Dia menjelaskan bahwa setelah menonton beberapa pakaian Peter Do di peragaan busana Fusion Fashion Show, sebuah persaingan antara sekolah mode ternama New York: Parsons dan FIT, yang langsung menarik perhatian Jessica. “Aku tahu aku tidak bisa mengangkat busana dari Prada atau merek semacam itu, jadi aku lebih sering menghubungi mahasiswa untuk proyekku,” kata Jessica. Dimulai sebagai kolaborator, Jessica kemudian melanjutkan untuk menata busana koleksi Peter untuk tesis senior dan portofolionya untuk kompetisi LVMH Prize for Young Fashion Designers yang bergengsi, di mana dia memenangkan Graduates Award.
Peter bertemu dengan lima pendiri lainnya—Lydia Sukato, Vincent Ho, dan An Nguyen—lewat internet juga, Tumblr lebih tepatnya. Peter Do menggunakan situs web blogging tersebut untuk mendokumentasikan perkembangan koleksi siswanya serta membentuk estetiknya. Ini merupakan kebiasaan yang dipertahankan Peter Do sebagai brand. Di era di mana media sosial biasanya digunakan untuk menunjukkan karya yang memukau, brand Amerika ini lebih memilih untuk tidak bersembunyi di belakang filter. Dari prototipe hingga penyesuaian akhir, mereka memaparkan segalanya. Saya menunjukkan betapa menegangkan bagiku dulu, seorang perancang busana juga, untuk terbuka dalam menunjukkan proses pengerjaan, dan perasaannya saat memamerkan karya-karya tersebut. Jessica mengangguk dengan setuju, “Transparansi telah menjadi proses pembelajaran, dari mencoba-coba,” akunya. Namun, transparansi inilah yang membedakan Peter Do dari brand lain di kancah adibusana.
Tentunya juga ada motivasi di belakang merek: persahabatan tim dan dedikasi mereka untuk mengubah cara mode dikelola. Situs web mereka mengatakannya dengan lebih baik. “Brand akan selalu mengutamakan keluarga melalui komitmennya untuk menciptakan merek yang ditanamkan dari kebaikan dan saling menghormati.”
Entah bagaimana, percakapan kami beralih dari pengaruh kolektif Peter Do menjadi keberadaan online Jessica. Sepertinya kami mencapai titik ini karena lelucon yang dibuat tentang bagaimana dia menangis selama persiapan koleksi terbaru Peter Do dan ingatan saya tentang tampilan mutiara dibuat ulang di media sosialnya. Saya perlu bertanya tentang seri #JWuDoesRunway-nya.
Bagi yang tidak tahu, Jessica sudah membuat ulang berbagai tampilan makeup dari runway busana bergengsi sejak awal pandemi. Jessica mereplikasi tampilan-tampilan tersebut dengan sangat akurat sehingga tidak ada yang bisa mengira bahwa dia tidak menggunakan alat profesional pada awalnya. “Aku melakukannya karena bosan, terus tiba-tiba aku mendapatkan saran dari editor senior Vogue. Untuk disoroti oleh Vogue, sumber inspirasi pertamaku saat remaja, adalah hal yang sangat luar biasa.” Ketika saya mengeluhkan keterampilan berdandan saya, Jessica mencoba menyemangati. “Aku cuma pakai dengan jari-jariku, dan hanya perlu latihan. Aku juga sedang belajar.”
Saya pertama kali “bertemu” Jessica melalui panel mode di Clubhouse pada episode Inside Kpop. Lalu, saya nghubunginya untuk meminta suatu pernyataan tentang NCT 127—lebih tepatnya Taeyong—yang mengenakan pakaian Peter Do. Tentunya, tidak membutuhkan waktu lama bagi kami untuk sampai pada pertanyaan seputar K-pop. Saya tahu Jessica adalah seorang penggemar, jadi aku ingin tahu bagaimana dia mengetahuinya. Sebelumnya, dia bilang kalau dia dibesarkan di lingkungan yang sebagian besar warga kulit putih, “Meskipun aku dibesarkan di lingkungan kulit orang putih, aku masih bergaul dengan orang-orang Asia setiap akhir pekan di gereja. Dari dulu aku sudah sadar tentang keberadaannya [K-pop], tapi aku mengabaikannya untuk beberapa waktu.”
Jessica mulai mendengarkan musik Korea saat dia pindah ke New York. Melalui teman sekamarnya di kampus, dia mulai mendengarkan 2NE1 dan lama-kelamaan lagu-lagu tersebut ditambahkan ke playlist-nya. Jessica mengakui “ini adalah sebuah perjalanan.” Dia mengingat kembali tentang bagaimana dia terobsesi dengan EXO saat grup debut serta momen saat teman sekamarnya selalu memainkan lagu “View” SHINee pada musim panas di tahun 2015. Di antara anggota grup, Jessica sangat menyukai Taemin. Saat kami membahas tentang lagu-lagu solonya, Jessica berkomentar, “Taemin adalah seniman yang sejati. Perkembangannya sangat spektakuler. Kesenian dalam musiknya, perhatiannya terhadap detail, dia melakukan segalanya dengan sangat luar biasa.” Taemin, yang merupakan idola K-pop pertama yang memakai Peter Do selama promosinya di SuperM menjadi salah satu keuntungan bagi Jessica.
Percakapan tentang K-pop dan mode manapun tidak lengkap tanpa berbicara tentang G-Dragon, jadi Jessica mengangkat peran G-Dragon dalam membuka pintu untuk kolaborasi antara artis-artis K-pop dengan brand ternama. Dia juga menyebutkan hubungan BLACKPINK dengan berbagai brand bergengsi dan betapa cocoknya mereka dalam mewakili nilai dari masing-masing brand tersebut. Hal ini membuat saya bertanya tentang idola K-pop mana yang paling mewakili Peter Do. Jessica menjawab dengan cepat dan percaya diri. “aespa. Karena perpaduan mereka dengan mode, teknologi dan AI, ada banyak hal yang bisa dijelajahi.” Dia menjelaskan, “Aku yakin ada idola lain di luar sana, tapi dari ingatanku saat ini, aku akan mengatakan aespa. Dalam konsep mereka, mereka terlihat seperti fantasi, seperti manusia super. Itu sangat menarik bagiku karena kami [Peter Do] berusaha membuat koleksi yang terus berkembang.”
Ketika ditanya tentang NCT, Jessica mengatakan bahwa dia akan “tentunya” terbuka untuk bekerjasama dengan mereka. Bagaimana pesona mereka? “Akan menarik untuk mengeksplorasi bagaimana mereka akan sesuai dengan estetika brand kami, [mengingat] bagaimana mereka dilihat di mata publik. Mereka semua muda, tetapi mereka memiliki penampilan panggung yang kuat. Menerjemahkan gaya itu ke dalam pakaian akan menjadi tantangan yang menyenangkan.” Saya mungkin terlihat pilih kasih, tetapi saya mengangguk setuju saat dia berbicara.
Mengenai Kolaborasi
Saat membicarakan kolaborasi, saya menanyakan Jessica tentang kolaborasi bintang impiannya untuk Peter Do. Saya tahu bahwa brand tersebut menjadi favorit di kalangan selebriti dengan waktu yang pendek, jadi saya tidak terkejut saat dia berhenti untuk berpikir sejenak. “Kami telah bekerja dengan orang-orang yang terasa seperti kolaborasi impian. Aku tidak ingin terdengar sombong (tentunya dia tidak), tetapi penata busana pribadi Beyoncé menghubungi kami untuk koleksi pertama kami.” Kemudian, Jessica menceritakan kisah bagaimana gaun pertama Peter Do menjadi viral di Internet setelah Anya Taylor-Joy mengenakannya di Saturday Night Live. Gaun itu kemudian dipakai lagi oleh Chloe dan Halle Bailey saat menghadiri pesta Bvlgari Fashion Week.
Saat dia mencoba memikirkan suatu nama, sang direktur humas benar-benar membaca daftar selebriti yang telah memakai brand mereka. Dalam daftar tersebut ada antara lain pemeran Euphoria, Billie Eilish, dan Dua Lipa. Dia mengungkapkan syukurnya atas kesempatan untuk merias selebriti dunia, lalu dia menambahkan “Aku pikir kolaborasi impian kami adalah siapa aja yang menonjol dalam bidangnya, sosok yang mungkin tidak terlalu dikenal di mata publik. Baru-baru ini kami merias koki untuk MET Gala. Dia adalah penggemar brand kami. Kalangan orang-orang yang menyukai brand kami sangat luas.”
Saat kami ingin beralih ke topik berikutnya, Jessica lalu menyebut seseorang: Kim Seo-hyung. Setelah menonton serial Korea Selatan berjudul Mine, Jessica yakin aktris yang dianugerahi penghargaan itu adalah sosok yang dia ingin lihat mengenakan Peter Do. Saya terlalu telat untuk sadar bahwa dia membicarakan aktris yang juga membintangi The Villainess dan Sky Castle, dan saya setuju dengannya.
Tes Ombak
Sebelum menutup wawancara, saya meminta nasihat Jessica kepada orang-orang yang bermimpi untuk mengejar karir di industri mode. Dia menanggapi dengan spontan: “mengetes ombak.” Dia berbicara dari pengalaman. Jessica telah melaksanakan berbagai hal di mode untuk bisa memahami kompleksitas dari industri tersebut, dan dia juga telah menaklukan banyak peran. “Orang-orang tidak menyadari bahwa industri mode adalah industri yang bergerak sangat cepat, seolah-olah seperti gabungan berbagai industri mikro.”
Mencari apa yang dia ingin lakukan di dunia mode adalah perjalanan bagi Jessica. Dia mulai magang di tahun pertamanya di FIT dan mengakui bahwa sebelum mendirikan Peter Do, dia tidak terlalu menyukai pekerjaan Humas. Namun, sekarang dia bekerja penuh waktu di divisi humas sambil menjadi model juga. Dan yang paling pentingnya adalah bahwa dia menyukainya, lalu dia dengan tegas menyarankan, “Tes ombaknya, magang, bantu seseorang, dan bekerjalah di berbagai tempat. Jika kamu memiliki kemampuan dan hak istimewa, pada akhirnya semua pengalaman ini akan membuahkan hasil, entah sebagai pelajaran atau hadiah.”
Jessica menutup dengan, “Kamu harus terbuka terhadap kegagalan. Terkadang kita terlalu fokus pada kesuksesan—” Ada hening sebentar dan saya merasa ingin bertanya arti sukses baginya, tetapi saya tidak harus melakukannya karena dia melanjutkan, “Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan di masa depan, tetapi aku ingin merasa terpenuhi dengan apa yang aku lakukan.” Saya bisa relate dengan itu.
Baca Creative Spotlight kami sebelumnya dengan Dem Jointz di sini!
The post Creative Spotlight: Jessica Wu, Humas Penggerak Peter Do appeared first on EnVi Media.
]]>The post Panduan Perjalanan: Jadilah Pemeran Utama di 5 Tempat Syuting K-drama Ini appeared first on EnVi Media.
]]>Setelah dua tahun terkurung di rumah akibat pandemi, kebanyakan dari kita mencari hobi baru dan konten untuk mengisi waktu luang. Menonton serial televisi memungkinkan banyak penonton untuk terjun ke dalam dunia berbeda. Dengan pencabutan pembatasan sosial pandemi baru-baru ini di berbagai tempat, banyak negara perlahan-lahan membuka kembali border mereka. Menurut data Amex Travel, sebanyak 55% responden mengatakan mereka ingin memesan tiket untuk liburan sekali-seumur-hidup dalam 2022. Mungkin sulit untuk merencanakan tempat bepergian, tetapi tim ACT!ON adalah penggemar drama! Lihatlah lima tujuan wisata yang kami sangat kami rekomen untuk menghidupi kembali dunia fantasi dalam drama-drama favoritmu!
Dalam episode kedelapan Vincenzo (2021), Vincenzo (Soon Joong-ki) mencoba untuk membujuk CEO Hwang Min-seong (Kim Seung-cheol) agar tidak berinvestasi dalam Babel Group. Rencananya? Menghabiskan satu hari di taman hiburan yang dijuluki “Mumu Land.” Disinilah penasihat hukum mafia favorit kami berpura-pura menjadi pengacara Taeho, merayu perhatian Min-seong, dan akhirnya berhasil.
Lokasi asli Mumu Land adalah Doori Land, tepatnya di Ilyeong Village di Yangju, Provinsi Gyeonggi. Taman hiburan ini dimiliki oleh aktor veteran Im Chae-moo (Enjoy Life, 2009), yang menjadi cameo sebagai petugas komedi putar di episode yang sama!
Awalnya dibuka pada tahun 1991, Doori Land kemudian direnovasi pada tahun 2018-2019. Taman ria ini memiliki toko souvenir, ruang pesta, pusat hiburan yang mendidik, dan hampir 30 wahana beragam. Semua ini dapat diakses dengan murah. Pastikan mampir untuk menghabiskan hari yang menyenangkan bagi kaum muda dan yang berjiwa muda!
Fakta menarik: Foto teaser untuk mempromosikan “Ridin’” oleh NCT DREAM diambil di Doori Land pada tahun 2020.
Temukan di: Gyeonggi-do, Korea Selatan
Jika kamu pernah menonton Crash Landing on You (2019), kamu mungkin ingat kisah cinta yang rumit dan menegangkan antara pewaris asal Korea Utara Seo Dan (Seo Ji-Hye) dan penipu asal Korea Selatan Gu Seung-joon (Kim Jung-hyun). Dalam episode ke-13, jembatan ini merupakan tempat dimana kedua pemeran akhirnya mengakui perasaan mereka, dan berciuman.
Meskipun latar adegannya di Pyongyang, Korea Utara, jembatan yang ditampilkan sebenarnya terletak di Kota Chungju, di Provinsi Chungcheong Utara, Korea Selatan. Dikenal dengan julukan “jembatan pelangi,” jembatan ini terbentang dari Danau Tanguem, sebuah danau buatan yang terletak di antara Bendungan Chungju dan bendungan regulasi. Danau tersebut merupakan rumah bagi Pusat Dayung Internasional Danau Tangeum, dan merupakan tempat untuk Kejuaraan Dayung Dunia 2013.
Jika kamu kebetulan jalan-jalan di siang hari, tempat ini memiliki banyak olahraga air, panggung “Riverside” outdoor, serta taman olahraga. Tempat ini juga dekat dengan Taman Bersejarah Jungatap, yang dinaungi oleh Pagoda Tujuh Lantai Korea yang terkenal. Tetapi hal yang patut dikunjungi pada malam hari adalah ketika jalan pada jembatan diterangi dengan warna-warna cerah. Sesuai dengan namanya, “jembatan pelangi” menyala tepat setelah matahari terbenam setiap malam dari pukul tujuh tiga puluh sampai sepuluh. Tempat ini sangat cocok untuk kencan malam—atau seperti yang ditunjukkan Seo Dan dan Seung-joon, untuk mengungkapkan perasaan hati.
Fakta Menarik: Vincenzo Cassano dan Hong Cha-young menikmati kopi bersama di tempat ini dalam episode 19 Vincenzo!
Temukan di: Chungcheongbuk-do, Korea Selatan
Do Do Sol Sol La La Sol (2020) menampilkan sejumlah lokasi yang cantik. Salah satu lokasi berkesan adalah saat dua pemeran utama, Jun (Lee Jae-Wook) dan Ra-Ra (Go Ara), berciuman untuk pertama kalinya. Adegan indah pengungkapan perasaan Jun kepada sang pianis disoroti dengan matahari terbenam yang menawan di belakang, saat mereka naik kereta gantung.
Objek wisata kereta gantung ini terletak di Mokpo, sebuah kota pelabuhan. Kereta Gantung Perairan Mokpo merupakan kereta gantung terpanjang dan tertinggi di Korea Selatan, membentang sejauh 3,23km pada ketinggian 155 meter. Kereta ini akan memperlihatkan kamu pada pemandangan indah pusat kota Mokpo, Gunung Yudalsan, dan laut selatan.
Dibuka pada September 2019, jalur kereta gantung melewati tiga pemberhentian serta landmark Mokpo yang populer, seperti Taman Patung Yudalsan dan Batu Gatbawi. Jalur ini juga disoroti di 100 Tempat yang Patut Dikunjungi di Korea oleh Organisasi Pariwisata Korea.
Fakta Menarik: Syuting untuk serial Youtube AMAZING목포 yang dimeriahkan oleh The Boyz juga diambil di tempat wisata ini. Dalam episode pertama, Juyeon dan Eric ditunjukkan menaiki kereta gantung dan menikmati pemandangan yang menawan.
Temukan di: Jeollanam-do, Korea Selatan
Dalam episode keempat belas True Beauty (2020), Lee Su-ho (Cha Eun-woo) dan Im Ju-kyeong (Moon Ga-young) terlihat menikmati kencan resmi pertama mereka. Ini merupakan tempat di mana mereka bersenang-senang dalam kencan mesra mereka. Sambil bergandengan tangan dan berjalan di sepanjang Skywalk, Su-ho mendorong Ju-kyeong saat dia duduk di ayunan raksasa yang dilatarbelakangi oleh perairan biru yang indah.
Seolri Skywalk dibuka pada Desember 2020, tepatnya di Pulau Namhae. Skywalk tersebut terbentang sepanjang 79 meter dan memperlihatkan pemandangan panorama pantai yang menakjubkan. Sebuah “ayunan skywalk” bisa ditemukan tepat di ujung skywalk, yang memungkinkan pengunjung untuk berayun di tepi. Skywalk dan pemandangannya dapat dinikmati baik pada siang hari maupun malam hari—saat tempat itu dihiasi dengan pertunjukan cahaya indah.
Temukan di: Gyeongsangnam-do, South Korea
Pantai merupakan salah satu daya tarik yang wajib dikunjungi saat musim panas, dan jika kamu sudah pernah menonton Hometown Cha-Cha-Cha (2021), kamu mungkin ingat pertemuan pertama Yoon Hye-jin (Shin Minah) dan Hong Du-sik (Kim Seon-ho).
Di pantai yang tenteram itu, Hye-jin kehilangan sepatu hak tingginya, kemudian Du-sik menemukan sepatu tersebut. Setelah menghabiskan waktu berselancar, ia mengembalikan sepatu itu kepada Hye-jin. Peristiwa itu menandai pertemuan pertama mereka yang penuh dengan interaksi yang sengit dan menyenangkan.
Pantai pasir putih ini terletak di Pohang, Gyeongsangbuk-do. Gelombang laut yang hangat dan dingin sepanjang 900 meter ini menawarkan pemandangan yang indah bagi pengunjung untuk menikmati kedua cuaca yang dingin maupun panas. Pemandangan dan suasana yang indah merupakan rumah bagi plankton dan beberapa ikan laut. Wisatawan dapat menikmati berbagai aktivitas seperti memancing, menjadikannya lokasi yang sempurna untuk menghabiskan musim panas atau liburan bersama keluarga, teman, atau pasanganmu.
Alamat: 431-108 Yongdu-ri, Cheongha-myeon, Buk-gu, Pohang-si, Gyeongsangbuk-do, South Korea
The post Panduan Perjalanan: Jadilah Pemeran Utama di 5 Tempat Syuting K-drama Ini appeared first on EnVi Media.
]]>