Creative Spotlight: Jessica Wu, Humas Penggerak Peter Do
Hanya dalam beberapa tahun, Peter Do telah menjadi salah satu brand favorit di industri mode. Dengan klien yang mencakup bintang kelas dunia serta komunitas dengan etos kerja yang patut ditiru, brand mewah Amerika ini telah mengambil alih dunia mode. Di balik kesuksesan Peter Do, ada sekelompok teman dekat, terutama mereka yang mengenal keakraban mereka dalam perjalanan brand tersebut. Selain Creative Director Peter Do, ada Lydia Sukato, Vincent Ho, An Nguyen, dan Jessica Wu. Jessica Wu adalah ahli mode yang orisinalitas dan sifatnya yang baik bersinar saat dia duduk untuk wawancara eksklusif bersama EnVi.
“Sebentar, aku akan lari ke lemariku untuk mengambilnya. Kamu harus melihatnya,” kata Jessica dengan spontan. Model, penata busana, produser dan direktur Direktur Humas Peter Do berbicara tentang salah satu karya favoritnya dari brand yang dia bantu dirikan pada tahun 2018. Antusiasme dalam nadanya mungkin tidak kelihatan, tapi bagi saya, ini adalah bukti komitmennya akan memperkenalkan dunia kreatif Peter Do. Dia juga adalah pendongeng yang berbakat; dia mampu berbicara berjam-jam tentang passion-nya dan dapat merebut perhatian lawan bicara. Dengannya, diskusi menjadi menyenangkan, mulai dari industri mode hingga artis K-pop dan kolaborasi impiannya untuk Peter Do.
Ditakdirkan untuk Mode
Berasal dari Newport Beach, California, Jessica terjun ke dalam dunia mode saat remaja. “Aku telah tertarik dengan mode hampir setengah dari hidupku,” dia menjelaskan. Dengan pengenalan mode pertamanya melalui Vogue dan visual editorial yang “merangsang pikiran,” salah satu pendiri Peter Do menemukan platform untuk mengekspresikan dirinya melalui blog mode. “Aku mulai blogging saat aku duduk di bangku SMP, menulis tentang gaya pribadi dan cara menata diri sendiri,” katanya. Namun, Jessica melalaikan fakta bahwa dia disoroti di Teen Vogue pada usia 15 tahun dan tidak menyebutkan betapa mengagumkan dia terlihat meskipun usianya yang masih muda. Sebaliknya, dia menceritakan kisahnya tentang mendaftar di sekolah mode dan pengalaman pertamanya sebagai penata busana.
Dengan cara dia menjelaskan, saya merasa Jessica dilahirkan untuk bekerja di industri mode. Atau lebih tepatnya, dia ditakdirkan untuk itu. “Aku hanya mendaftar ke satu sekolah mode,” katanya. Direktur Humas Peter Do itu kemudian menceritakan bahwa meskipun orang tuanya mendukungnya, mereka juga menyarankan dirinya untuk mendaftar ke sekolah lain, “untuk berjaga-jaga.” Namun, Jessica diterima di Fashion Institute of Technology (FIT) tanpa hambatan. Dia menghabiskan beberapa tahun mengambil jurusan periklanan dan pemasaran.
Kisah Wu tentang kali pertamanya menata busana muncul sebagai hal yang sama krusialnya. Saat pindah ke New York, seorang fotografer yang ditemui Jessica melalui blognya meminta untuk meminjam beberapa pakaian dari lemari pakaiannya untuk pemotretan. “Aku tidak menjadi model, dia cuma meminta beberapa pakaian dari lemari pakaianku. Tapi, setelah itu dia mengatakan kepadaku, aku suka kepekaanmu, kenapa kamu tidak menjadi penata busana?”
Selama kehidupan sekolahnya, Jessica magang dan menjabat sebagai penata busana untuk beberapa proyek. Saat lulus, dia telah mengumpulkan pengalaman penting di dunia kerja dan meraih jaringan yang pada akhirnya membawanya untuk melangkah ke permodelan dan produksi. Itu semua terjadi saat Instagram menjadi platform media sosial unggul dan Jessica tahu persis bagaimana untuk memanfaatkannya. “Aku menggunakannya untuk keuntungan pribadi,” katanya sebelum mengungkapkan bahwa dia mendapatkan banyak proyeknya berkat kehadiran media sosialnya.
Membutuhkan Warga Satu Kampung
Peter Do adalah salah satu orang yang ditemui Jessica lewat Internet. Meski keduanya bersekolah di sekolah yang sama, Jessica dan Peter pertama kali terhubung melalui Facebook. Dia menjelaskan bahwa setelah menonton beberapa pakaian Peter Do di peragaan busana Fusion Fashion Show, sebuah persaingan antara sekolah mode ternama New York: Parsons dan FIT, yang langsung menarik perhatian Jessica. “Aku tahu aku tidak bisa mengangkat busana dari Prada atau merek semacam itu, jadi aku lebih sering menghubungi mahasiswa untuk proyekku,” kata Jessica. Dimulai sebagai kolaborator, Jessica kemudian melanjutkan untuk menata busana koleksi Peter untuk tesis senior dan portofolionya untuk kompetisi LVMH Prize for Young Fashion Designers yang bergengsi, di mana dia memenangkan Graduates Award.
Peter bertemu dengan lima pendiri lainnya—Lydia Sukato, Vincent Ho, dan An Nguyen—lewat internet juga, Tumblr lebih tepatnya. Peter Do menggunakan situs web blogging tersebut untuk mendokumentasikan perkembangan koleksi siswanya serta membentuk estetiknya. Ini merupakan kebiasaan yang dipertahankan Peter Do sebagai brand. Di era di mana media sosial biasanya digunakan untuk menunjukkan karya yang memukau, brand Amerika ini lebih memilih untuk tidak bersembunyi di belakang filter. Dari prototipe hingga penyesuaian akhir, mereka memaparkan segalanya. Saya menunjukkan betapa menegangkan bagiku dulu, seorang perancang busana juga, untuk terbuka dalam menunjukkan proses pengerjaan, dan perasaannya saat memamerkan karya-karya tersebut. Jessica mengangguk dengan setuju, “Transparansi telah menjadi proses pembelajaran, dari mencoba-coba,” akunya. Namun, transparansi inilah yang membedakan Peter Do dari brand lain di kancah adibusana.
Tentunya juga ada motivasi di belakang merek: persahabatan tim dan dedikasi mereka untuk mengubah cara mode dikelola. Situs web mereka mengatakannya dengan lebih baik. “Brand akan selalu mengutamakan keluarga melalui komitmennya untuk menciptakan merek yang ditanamkan dari kebaikan dan saling menghormati.”
#JWuDoesRunway
Entah bagaimana, percakapan kami beralih dari pengaruh kolektif Peter Do menjadi keberadaan online Jessica. Sepertinya kami mencapai titik ini karena lelucon yang dibuat tentang bagaimana dia menangis selama persiapan koleksi terbaru Peter Do dan ingatan saya tentang tampilan mutiara dibuat ulang di media sosialnya. Saya perlu bertanya tentang seri #JWuDoesRunway-nya.
Bagi yang tidak tahu, Jessica sudah membuat ulang berbagai tampilan makeup dari runway busana bergengsi sejak awal pandemi. Jessica mereplikasi tampilan-tampilan tersebut dengan sangat akurat sehingga tidak ada yang bisa mengira bahwa dia tidak menggunakan alat profesional pada awalnya. “Aku melakukannya karena bosan, terus tiba-tiba aku mendapatkan saran dari editor senior Vogue. Untuk disoroti oleh Vogue, sumber inspirasi pertamaku saat remaja, adalah hal yang sangat luar biasa.” Ketika saya mengeluhkan keterampilan berdandan saya, Jessica mencoba menyemangati. “Aku cuma pakai dengan jari-jariku, dan hanya perlu latihan. Aku juga sedang belajar.”
Sisi Relatable Jessica Wu
Saya pertama kali “bertemu” Jessica melalui panel mode di Clubhouse pada episode Inside Kpop. Lalu, saya nghubunginya untuk meminta suatu pernyataan tentang NCT 127—lebih tepatnya Taeyong—yang mengenakan pakaian Peter Do. Tentunya, tidak membutuhkan waktu lama bagi kami untuk sampai pada pertanyaan seputar K-pop. Saya tahu Jessica adalah seorang penggemar, jadi aku ingin tahu bagaimana dia mengetahuinya. Sebelumnya, dia bilang kalau dia dibesarkan di lingkungan yang sebagian besar warga kulit putih, “Meskipun aku dibesarkan di lingkungan kulit orang putih, aku masih bergaul dengan orang-orang Asia setiap akhir pekan di gereja. Dari dulu aku sudah sadar tentang keberadaannya [K-pop], tapi aku mengabaikannya untuk beberapa waktu.”
Jessica mulai mendengarkan musik Korea saat dia pindah ke New York. Melalui teman sekamarnya di kampus, dia mulai mendengarkan 2NE1 dan lama-kelamaan lagu-lagu tersebut ditambahkan ke playlist-nya. Jessica mengakui “ini adalah sebuah perjalanan.” Dia mengingat kembali tentang bagaimana dia terobsesi dengan EXO saat grup debut serta momen saat teman sekamarnya selalu memainkan lagu “View” SHINee pada musim panas di tahun 2015. Di antara anggota grup, Jessica sangat menyukai Taemin. Saat kami membahas tentang lagu-lagu solonya, Jessica berkomentar, “Taemin adalah seniman yang sejati. Perkembangannya sangat spektakuler. Kesenian dalam musiknya, perhatiannya terhadap detail, dia melakukan segalanya dengan sangat luar biasa.” Taemin, yang merupakan idola K-pop pertama yang memakai Peter Do selama promosinya di SuperM menjadi salah satu keuntungan bagi Jessica.
Percakapan tentang K-pop dan mode manapun tidak lengkap tanpa berbicara tentang G-Dragon, jadi Jessica mengangkat peran G-Dragon dalam membuka pintu untuk kolaborasi antara artis-artis K-pop dengan brand ternama. Dia juga menyebutkan hubungan BLACKPINK dengan berbagai brand bergengsi dan betapa cocoknya mereka dalam mewakili nilai dari masing-masing brand tersebut. Hal ini membuat saya bertanya tentang idola K-pop mana yang paling mewakili Peter Do. Jessica menjawab dengan cepat dan percaya diri. “aespa. Karena perpaduan mereka dengan mode, teknologi dan AI, ada banyak hal yang bisa dijelajahi.” Dia menjelaskan, “Aku yakin ada idola lain di luar sana, tapi dari ingatanku saat ini, aku akan mengatakan aespa. Dalam konsep mereka, mereka terlihat seperti fantasi, seperti manusia super. Itu sangat menarik bagiku karena kami [Peter Do] berusaha membuat koleksi yang terus berkembang.”
Ketika ditanya tentang NCT, Jessica mengatakan bahwa dia akan “tentunya” terbuka untuk bekerjasama dengan mereka. Bagaimana pesona mereka? “Akan menarik untuk mengeksplorasi bagaimana mereka akan sesuai dengan estetika brand kami, [mengingat] bagaimana mereka dilihat di mata publik. Mereka semua muda, tetapi mereka memiliki penampilan panggung yang kuat. Menerjemahkan gaya itu ke dalam pakaian akan menjadi tantangan yang menyenangkan.” Saya mungkin terlihat pilih kasih, tetapi saya mengangguk setuju saat dia berbicara.
Mengenai Kolaborasi
Saat membicarakan kolaborasi, saya menanyakan Jessica tentang kolaborasi bintang impiannya untuk Peter Do. Saya tahu bahwa brand tersebut menjadi favorit di kalangan selebriti dengan waktu yang pendek, jadi saya tidak terkejut saat dia berhenti untuk berpikir sejenak. “Kami telah bekerja dengan orang-orang yang terasa seperti kolaborasi impian. Aku tidak ingin terdengar sombong (tentunya dia tidak), tetapi penata busana pribadi Beyoncé menghubungi kami untuk koleksi pertama kami.” Kemudian, Jessica menceritakan kisah bagaimana gaun pertama Peter Do menjadi viral di Internet setelah Anya Taylor-Joy mengenakannya di Saturday Night Live. Gaun itu kemudian dipakai lagi oleh Chloe dan Halle Bailey saat menghadiri pesta Bvlgari Fashion Week.
Saat dia mencoba memikirkan suatu nama, sang direktur humas benar-benar membaca daftar selebriti yang telah memakai brand mereka. Dalam daftar tersebut ada antara lain pemeran Euphoria, Billie Eilish, dan Dua Lipa. Dia mengungkapkan syukurnya atas kesempatan untuk merias selebriti dunia, lalu dia menambahkan “Aku pikir kolaborasi impian kami adalah siapa aja yang menonjol dalam bidangnya, sosok yang mungkin tidak terlalu dikenal di mata publik. Baru-baru ini kami merias koki untuk MET Gala. Dia adalah penggemar brand kami. Kalangan orang-orang yang menyukai brand kami sangat luas.”
Saat kami ingin beralih ke topik berikutnya, Jessica lalu menyebut seseorang: Kim Seo-hyung. Setelah menonton serial Korea Selatan berjudul Mine, Jessica yakin aktris yang dianugerahi penghargaan itu adalah sosok yang dia ingin lihat mengenakan Peter Do. Saya terlalu telat untuk sadar bahwa dia membicarakan aktris yang juga membintangi The Villainess dan Sky Castle, dan saya setuju dengannya.
Tes Ombak
Sebelum menutup wawancara, saya meminta nasihat Jessica kepada orang-orang yang bermimpi untuk mengejar karir di industri mode. Dia menanggapi dengan spontan: “mengetes ombak.” Dia berbicara dari pengalaman. Jessica telah melaksanakan berbagai hal di mode untuk bisa memahami kompleksitas dari industri tersebut, dan dia juga telah menaklukan banyak peran. “Orang-orang tidak menyadari bahwa industri mode adalah industri yang bergerak sangat cepat, seolah-olah seperti gabungan berbagai industri mikro.”
Mencari apa yang dia ingin lakukan di dunia mode adalah perjalanan bagi Jessica. Dia mulai magang di tahun pertamanya di FIT dan mengakui bahwa sebelum mendirikan Peter Do, dia tidak terlalu menyukai pekerjaan Humas. Namun, sekarang dia bekerja penuh waktu di divisi humas sambil menjadi model juga. Dan yang paling pentingnya adalah bahwa dia menyukainya, lalu dia dengan tegas menyarankan, “Tes ombaknya, magang, bantu seseorang, dan bekerjalah di berbagai tempat. Jika kamu memiliki kemampuan dan hak istimewa, pada akhirnya semua pengalaman ini akan membuahkan hasil, entah sebagai pelajaran atau hadiah.”
Jessica menutup dengan, “Kamu harus terbuka terhadap kegagalan. Terkadang kita terlalu fokus pada kesuksesan—” Ada hening sebentar dan saya merasa ingin bertanya arti sukses baginya, tetapi saya tidak harus melakukannya karena dia melanjutkan, “Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan di masa depan, tetapi aku ingin merasa terpenuhi dengan apa yang aku lakukan.” Saya bisa relate dengan itu.
Baca Creative Spotlight kami sebelumnya dengan Dem Jointz di sini!